Search

Rapat 5 Jam soal Tambang, Komisi VII Minta Pembangunan Smelter Diawasi

JAKARTA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan pemerintah. Adapun pihak pemerintah dihadiri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diwakilkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot

Rapat berlangsung tertutup. Turut hadir juga para pengusaha batu bara di seluruh Indonesia. Adapun rapat berjalan sekitar lima jam, dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir pada pukul 19.00 WIB.

BERITA TERKAIT +

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, dalam rapat tersebut DPR memberikan satu pesan kepada pemerintah, agar meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan -perusahaan pertambangan dalam mendirikan smelter. 

Menurut Bambang, perusahaan yang tidak patuh nantinya akan dicabut izin IUPK oleh Kementerian ESDM. Termasuk juga bagi perusahaan yang sudah mendapatkan izin membangun smelter namun tak kunjung ada progres.

"Hasilnya pokoknya kita diminta tegas melakukan pengawasan terhadap smelter," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (3/9/2018).

Saat ini, sudah ada empat perusahaan pertambangan yang dicabut IUPK. Pencabutan izin lantaran perusahaan tersebut tidak juga menunjukan kemajuan dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter sesuai target.

Selain itu, ada satu lagi perusahaan yang diberikan warning. Perusahaan tersebut, PT Toshida Indonesia yang masih terus dipantau dan diberikan kesempatan oleh pemerintah untuk memperbaikinya.

PT Toshida Indonesia mendapatkan peringatan terakhir. Hal ini lantara perusahaan yang memproduksi nikel ini berada di Kolaka, Sulawesi Tenggara juga belum menunjukkan kemajuan fisik awal dari 11 Januari 2018 hingga 11 Juli 2018 masih 2,8%. Realisasi ekspornya 281.495 WMT dari jumlah rekomendasi 1.950.000 WMT.

"Kalau Toshida belum (akan diberikan sanksi) ," ucapnya.

Seperti diketahui, berdasarkan data dari Kementerian ESDM pada 16 Agustus 2018, empat perusahaan yang izinya dicabut di antaranya PT Surya Saga Utama yang memproduksi nikel di Bombana, Sulawesi Tenggara. Tak ada kemajuan fisik sejak 23 November 2017 sekitar 39,44%.

Adapun realisasi ekspor 51.000 wet metric ton (WMT) dari target 3.000.000 WMT. Karena itu, status ekspor dihentikan sementara.

Yang kedua yakni PT Modern Cahaya Makmur. Perusahaan ini memproduksi nikel dan berada di Konawe, Sulawesi Tenggara. Tak ada penambahan fisik pabrik sejak 23 November 2017 sebesar 76,38%. Modern Cahaya belum mengekspor barang tambang, sedangkan rekomendasi ekspor 298.359. Status ekspor pun dihentikan sementara.

Lalu ada PT Integra Mining Nusantara. Perusahaan yang memproduksi nikel ini berada di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kemajuan fisik hingga 28 Juni 2018 masih 20%.

Seperti Modern, Integra pun belum mengeskpor barang tambang. Sedangkan rekomendasi ekspornya 923.760. Status ekspor dihentikan sementara.

Terakhir, PT Lobindo Nusa Persada. Perusahaan yang memproduksi bauksit ini berada di Bintan, Kepulauan Riau. Sejak tanggal rekomendasi pembangunan 30 Oktober 2017, belum dilakukan pembangunan smelter. Perusahaan ini belum mengeskpor barang tambang, sedangkan jumlah rekomendasi ekspor 1.500.000 WMT. Status ekspor diberhentikan sementara.

(Feb)

(rhs)

Let's block ads! (Why?)

http://economy.okezone.com/read/2018/09/03/320/1945508/rapat-5-jam-soal-tambang-komisi-vii-minta-pembangunan-smelter-diawasi

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rapat 5 Jam soal Tambang, Komisi VII Minta Pembangunan Smelter Diawasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.