Search

3 Catatan DPR untuk Penerimaan Pajak

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rapat tersebut terkait pembahasan Rancangan Undang-undang APBN 2020 yang akan disahkan dalam rapat paripurna.

Anggota Banggar dari Fraksi PDIP Said Abdullah, memiliki 3 catatan kepada pemerintah dalam memaksimalkan penerimaan negara terutama perpajakan. Pertama untuk cukai rokok, DPR meminta pemerintah mempertimbangkan kenaikan cukai terhadap kelangsungan industri.

"Opsi kebijakan kenaikan tarif cukai rokok agar secara sungguh-sungguh mempertimbangkan dampaknya terhadap aspek kelangsungan industri, tenaga kerja dan kesehatan," ujar Said di Ruang Banggar, Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Said mengatakan, kenaikan target cukai rokok harus diusahakan semaksimal mungkin mampu menangkal peredaran rokok ilegal. Meski demikian, pemerintah diminta melakukan kebijakan kenaikan cukai dengan hati-hati.

"Kenaikan target cukai rokok diusahakan semaksimal mungkin dari upaya optimalisasi pemberantasan rokok ilegal," jelasnya.

Kedua, terkait penerimaan pajak, pemerintah harus memperluas basis penerimaan pajak terutama dari sisi jumlah. Kemudian juga harus mengefektifkan wajib pajak yang sudah terdaftar dalam administrasi perpajakan.

"Ketiga, pemerintah diharapkan dapat menciptakan level playing field yang sama di bidang perpajakan antara pelaku usaha konvensional dengan pelaku e-commerce dan tetap memperhatikan upaya mendorong berkembangnya dunia usaha," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Indef: Kenaikan Cukai Rokok di 2020 Terlalu Tinggi

Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran naik 35 persen. Hal tersebut pun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, rencana kenaikan cukai ini terlalu tinggi. Dia menilai, kenaikan cukai tersebut hanya akan memberi dampak negatif terhadap petani.

"Ya, terlalu tinggi dan pemerintah enggak punya roadmap yang jelas. Kan harusnya kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi," ujar Bhima di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (19/9). 

"Pemerintah harus orientasi kembalilah tujuan dari pengenaan cukai rokok. Karena dampak ke petani dan konsumen justru nanti negatif," sambungnya.

Bhima juga menyebut kebijakan pemerintah sebagai kebijakan 'kagetan'. Sebab, rencananya kenaikan cukai biasanya dilakukan bertahap dari tahun ke tahun bukan mendadak langsung naik drastis.

"Kan harusnya, kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi. Kalau enggak salah 2019 enggak ada kenaikan. Susah juga akhirnya naik tiba tiba. Jadi kagetan. Kebijakan pemerintah terkait rokok adalah kebijakan yang kagetan," paparnya.

Dia menduga rencana kenaikan cukai rokok ini hanya akal-akalan pemerintah untuk menarik lebih banyak penerimaan dari masyarakat. Karena pemerintah tidak percaya diri dengan sumber penerimaan konvensional seperti PNBP dan komoditas.

"Jadi apa yang dilakukan pemerintah semata-mata 2020 nanti adalah revenue oriented. Untuk menarik pemasukan negara karena dikhawatirkan ketika terjadi krisis ekonomi, pendapatan dari sektor konvensional itu belum terlalu bisa diharapkan seperti PNBP, harga komoditas rendah, migas juga rendah," tandasnya.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4069748/3-catatan-dpr-untuk-penerimaan-pajak

Bagikan Berita Ini

0 Response to "3 Catatan DPR untuk Penerimaan Pajak"

Post a Comment

Powered by Blogger.