Search

Rupanya Ini yang Menjadi Sebab IHSG Anjlok di Bawah 6.000 - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (7/10/2019), dengan apresiasi sebesar 0,27%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat bertahan di zona hijau sekitar 1,5 jam. Namun kemudian, IHSG merosot ke zona merah dan tak bisa bangkit lagi.

Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,5% ke level 6.031,01. Per pukul 15:00 WIB, koreksi IHSG sudah bertambah dalam menjadi 1,06% ke level 5.997,07.

Jika IHSG tak mampu memperbaiki keadaan dengan kembali ke level 6.000, maka akan menandai kali pertama IHSG ditutup di bawah level psikologis tersebut sejak 22 Mei silam.


IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Straits Times menguat 0,66%, indeks Kospi naik 0,05%, sementara indeks Nikkei terkontraksi 0,16%.

Namun, perdagangan di bursa saham Asia pada hari ini memang kurang ramai, seiring dengan diliburkannya perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong. Bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China, sementara perdagangan di bursa saham Hong Kong diliburkan seiring dengan perayaan Chung Yeung Festival.

Sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini memang terbilang negatif. Pertama, ada perang dagang AS-Uni Eropa yang sudah di depan mata. Belum juga perang dagang AS-China beres, kini AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia malah memanaskan hubungan dagang dengan blok ekonomi terbesar di dunia.

Pada pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa yang akan dikenakan tambahan bea masuk. Tambahan bea masuk tersebut terbagi dalam dua level, yakni 10% dan 25%. Pesawat terbang, kopi, daging babi, hingga mentega termasuk ke dalam daftar produk yang disasar AS.

Daftar produk tersebut dirilis pasca AS memenangkan gugatan di World Trade Organization (WTO). AS menggugat Uni Eropa ke WTO lantaran Uni Eropa dianggap telah memberikan subsidi secara ilegal kepada Airbus, pabrikan pesawat terbang asal Benua Biru. Dampak dari subsidi ilegal tersebut adalah pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif. WTO memberikan hak kepada pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 7,5 miliar.

Berang dengan keputusan AS, Uni Eropa membuka ruang untuk membebankan bea masuk balasan terhadap produk impor asal AS.

Wajar jika perang dagang AS-Uni Eropa menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku pasar. Pasalnya, Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar dari AS. Pada tahun 2018, AS mengekspor barang senilai US$ 319 miliar ke negara-negara Uni Eropa. Sementara itu, AS diketahui mengimpor barang dari Uni Eropa senilai US$ 488 miliar pada tahun 2018, menjadikan Uni Eropa penyuplai barang terbesar kedua bagi AS.

Kedua, sentimen negatif bagi pasar saham Asia datang dari ketegangan di Semenanjung Korea. Negosiasi antara negosiator tingkat tinggi Korea Utara dan AS yang dilakukan di Swedia pada hari Sabtu (5/10/2019) berakhir dengan buruk dan membuat prospek perdamaian antar kedua negara menjadi memudar.

Padahal, sebelumnya ada optimisme bahwa negosiasi ini akan membuka jalan untuk mengakhiri perselisihan kedua negara. Untuk diketahui, AS telah lama mendesak Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi, sementara Korea Utara meminta penghentian embargo di bidang ekonomi.

Kepala Negosiator Nuklir Korut, Kim Myong Gil, menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dalam pembicaraan dengan delegasi Amerika. Namun, dirinya menyalahkan sikap AS yang dinilai cenderung tidak fleksibel dan tak mau melepaskan sudut pandang lama mereka.

"Negosiasi belum memenuhi harapan kami dan akhirnya putus," kata Kim kepada wartawan di luar kedutaan Korea Utara, berbicara melalui seorang penerjemah, dikutip dari CNBC International.

AS pun berkilah. Departemen Luar Negeri AS justru mengatakan bahwa komentar Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) itu tidak mencerminkan "isi atau semangat" dari pembicaraan yang berlangsung setidaknya delapan setengah jam tersebut, dan Washington telah menerima undangan Swedia untuk kembali ke negara tersebut untuk melanjutkan diskusi lebih lanjut dengan Pyongyang dalam 2 minggu ke depan.

"AS membawa ide-ide kreatif dan berdiskusi dengan rekan-rekan dari DPRK," kata juru bicara pemerintah AS Morgan Ortagus dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC International.

Ortagus mengatakan delegasi AS telah meninjau sejumlah inisiatif baru yang akan membuka jalan bagi kemajuan dalam pembicaraan kedua negara, serta menggarisbawahi pentingnya keterlibatan yang lebih intensif untuk menyelesaikan banyak masalah antara Korut dan AS.

"AS dan DPRK tidak akan mengatasi warisan perang dan permusuhan 70 tahun di Semenanjung Korea melalui satu hari Sabtu saja. Ini adalah masalah yang berat dan membutuhkan komitmen yang kuat dari kedua negara. AS memiliki komitmen itu," katanya.

Pada Sabtu malam, Kim Myong Gil menuduh AS tidak berniat menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada melalui dialog sembari menegaskan bawa denukrilisasi Semenanjung Korea bisa dilakukan, namun dengan catatan sanksi terhadap perekonomian Korea Utara bisa dihilangkan.

"Ketika semua hambatan yang mengancam keselamatan Korea Utara dan membatasi perkembangan kami dihilangkan sepenuhnya tanpa bayang-bayang keraguan," ujarnya.

Kedua sentimen negatif tersebut (perang dagang AS-Uni Eropa yang sudah di depan mata dan menanasnya Semenanjung Korea) akan membuat bursa saham AS terkapar pada saat pembukaan perdagangan nanti malam waktu Indonesia.

Hingga pukul 15:05 WIB, kontrak futures indeks Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 121 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan turun masing-masing sebesar 13 dan 34 poin.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Cadangan Devisa Anjlok US$ 2,1 Miliar (ank/ank)

Let's block ads! (Why?)

https://www.cnbcindonesia.com/market/20191007150840-17-104985/rupanya-ini-yang-menjadi-sebab-ihsg-anjlok-di-bawah-6000

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rupanya Ini yang Menjadi Sebab IHSG Anjlok di Bawah 6.000 - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.