Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, Uni Eropa (UE) memang secara sengaja ingin menghambat produk CPO Indonesia.
Hal itu terlihat dari kriteria indirect land use change alias ILUC yang dipakai oleh Uni Eropa sebagai standar dalam menilai minyak nabati mana yang lebih berdampak negatif bagi lingkungan.
"Kalau kita lihat kebijakan uni Eropa RED 2 itu jelas sekali ada scientific-nya lewat ILUC, tapi belum apa-apa mereka bilang soybean-nya amerika itu low risk. Belom apa-apa kok sudah bilang low risk," kata dia, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu 20 Maret 2019.
"Itu buat kita sangat terang benderang. Ini langkah untuk dipersiapkan untuk meng-exclude CPO dari pasar Eropa," lanjut dia.
Salah satu alasan CPO dihambat, menurut Darmin adalah karena produk-produk Eropa seperti grape seed oil dan minyak biji bunga matahari tidak dapat bersaing dengan CPO.
"Kenapa? karena kalah bersaing produk mereka dari CPO. Produktivitasnya minyak yang dihasilkan CPO 6-12 kali yang dihasilkan setiap hektar grape seed oil atau minyak bunga matahari. Dihitung seperti apapun itu kalah," ungkap Darmin.
Indonesia, tegas Mantan Gubernur BI ini, tentu tidak ingin dirugikan dengan cara-cara langkah-langkah proteksionisme seperti itu.
"Kita tidak mau ini diganggu gugat apalagi dengan cara cara proteksionisme terselubung lalu di-transform menjadi terminologi yang ujungnya diskrimiatif. Tidak ada keraguan, ini diskriminasi. Ini alasan yang dibungkus dengan alasan ilmiah," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hadapi Diskriminasi Sawit oleh UE, Pengusaha Usul Genjot Konsumsi di Indonesia"
Post a Comment