Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui program efisiensi energi mengalami kesulitan pendanaan. Oleh sebab itu Kementerian ESDM akan mencari pembiayaan untuk menjalankan program penghematan tersebut.
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Hariyanto mengatakan, dalam menjalankan program efisiensi energi menghadapi beberapa kendala, di antaranya adalah mendapat pembiayaan untuk mengganti peralatan yang lebih hemat dalam mengkonsumsi energi.
"Salah satu permasalahan yang kita hadapi untuk menjalankn efisiensi energi, misalkan saya ingin efisien di pabrik atau gedung menggantikan peralatan tidak hemat, misalkan seperti itu," kata Hariyanto, di Kantor Ditjen EBTKE, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurut Hariyanto, Kementerian ESDM sedang berkomunikasi dengan perusahaan penyedia jasa Keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perbankan sehingga program efisiensi energi mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga tersebut.
"Kita sedang komunikasi, anda ketahui di kita ada PT SMI itu bagaimana itu nanti bisa membiayai program-program efisiensi," tuturnya.
Dia melanjutkan, untuk menjembatani rencana ini, Kementerian ESDM sedang membuat perumusan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program ini akan mencakup proyek ramah lingkungan.
"Kemudian kita berkomunikasi perbankan nasional, ada program namanya fast mover untuk project green. Green ini dalam hal ini efisiensi energi, maka kami sedang men-setting ini dengan OJK dan perbankan bagaimana menyediakan dana membiaya project yang green terutama berkaitan efisiensi energi," tandasnya.
Fokus Energi Bersih, Bali Larang Bangun PLTU
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali ingin seluruh listrik di Pulau Dewata berasal dari energi bersih dan ramah lingkungan. Tak ada lagi pembangunan energi fosil baik berbahan bakar batu bara maupun bahan bakar minyak (BBM) di Bali.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Gubernur Bali, I Wayan Koseter dengan Direksi PT PLN (Persero) pada pekan lalu. Aturan mengenai larangan pembangunan PLTU dan pembangkit BBM itu akan dituangkan dalam peraturan gubernur.
"Semua pembangkit bersih dengan energi baru terbarukan. Kalaupun fosil itu paling gas karena bersih," kata Supangkat Iwan Santoso, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PLN dalam diskusi media di Denpasar, Bali, Rabu (26/6/2019).
Namun masalahnya, potensi energi terbarukan di Bali sangat kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi listrik yang cukup tinggi.
"Ada juga yang bisa seperti pembangkit tenaga bayu atau panas bumi tapi itu potensinya kecil di sini," kata dia.
General Manager PLN Distribusi Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa menyatakan, pembangkit ramah lingkungan yang bisa dibangun di Bali yaitu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Saat ini PLN tengah melakukan lelang PLTS dengan total kapasitas 50 MW.
"Tapi PLTS ini tidak menambah kapasitas terpasang saat beban puncak itu terjadi karena dia kan bisa digunakannya siang," ungkapnya.
Kondisi ini harus segera dipecahkan. Sebab jika tidak Bali terancam mengalami krisis listrik di 2021.
Solusi yang ditawarkan PLN yaitu dengan membangun jaringan transmisi 500 kV Jawa Bali Connection. Melalui kabel listrik ini, Bali akan mendapatkan pasokan listrik dari Jawa yang kini melimpah.
"Direktur sudah menghadap Gubernur dan beliau setuju ini jalan. Proyeknya akan dilelang 2021 ditarget 2024 sudah selesai dibangun," harap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Program Efisiensi Energi Terhambat Biaya"
Post a Comment