Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginginkan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dapat mengembalikan nilai tukar rupiah ke level 6.500 per dolar AS pada 2020. Nilai tukar tersebut sudah pernah terjadi pada saat pemerintah kepemimpinan Presiden Habibie.
"Fraksi Partai Gerindra meminta Pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seperti masa kepemimpinan Presiden Habibie, di mana kurs dapat berubah dari Rp 16.600 per dolar AS menjadi 6.500 per dolar AS," ujar Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR John Kennedy Aziz di DPR, Jakarta, Senin (8/7).
Kendati demikian, rapat panitia kerja (panja) menargetkan nilai tukar Rupiah terhadap USD pada 2020 diperkirakan pada kisaran 14.000 per dolar AS hingga 14.500 per dolar AS. Beberapa faktor yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah pada 2020 antara lain risiko berlanjutnya trade war dampaknya pada volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia, ditengah perlambatan ekonomi global.
"Faktor lain yang menjadi pertimbangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yakni masih terjadinya defisit neraca transaksi berjalan," jelas John.
Beberapa faktor yang dapat mendorong apresiasi nilai tukar rupiah antara lain tidak berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter the Fed atau bahkan penurunan suku Bunga Fed Fund Rate (FFR), serta masuknya capital inflow seiring dengan perbaikan ekonomi domestik dan pendalaman pasar keuangan.
Adapun DPR menyepakati asumsi makro yang untuk tahun anggaran 2020. Di antaranya pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2 persen sampai 5,5 persen. "Perkiraan tersebut cukup realistsis dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi domestik dan prospek pelemahan ekonomi global, serta terobosan kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah," kata John.
Laju inflasi ditetapkan sebesar 2 persen sampai 4 persen, tingkat bunga SPN 3 bulan mencapai 5 persen sampai 5,5 persen serta harga minyak mentah Indonesia disepakati USD 60 sampai USD 70 per barel. Lifting minyak bumi, sebesar 695.000 sampai 840.000 per barel per hari, dan lifting gas bumi sebesar 1,19 juta sampai 1,3 juta barel, setara minyak per hari.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Rupiah Hari Ini
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Nilai tukar rupiah melemah seiring kemungkinan tidak diturunkannya suku bunga Bank Sentral AS.
Mengutip Bloomberg, Senin (8/7/2019), rupiah di buka di angka 14.116 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.082 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.116 per dolar AS hingga 14.155 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,84 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.147 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.148 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah melemah seiring kemungkinan tidak diturunkannya suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, data ketenagakerjaan non pertanian AS yang meningkat membuat ekspektasi turunnya suku bunga mengecil.
"Kenaikan ini membuat ekspektasi pasar ketenagakerjaan AS masih kuat dan masih tumbuh solid, yang bisa membuat the Fed tidak turunkan suku bunga sesuai ekspektasi pasar yaitu dua kali hingga akhir tahun 2019," ujar Lana dikutip dari Antara.
Tingkat pengangguran AS naik menjadi 3,7 persen pada Juni 2019 dari sebelumnya 3,6 persen dan di atas ekspektasi pasar 3,6 persen. Tingkat pengangguran 3,6 persen merupakan yang terendah dalam 49 tahun terakhir.
Namun demikian pertumbuhan data ketenagakerjaan untuk sektor non pertanian naik sebesar 224.000, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 160.000.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gerindra Ingin Rupiah Menguat ke 6.500 per Dolar AS"
Post a Comment