KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja penjualan PT Astra International Tbk (ASII) sepanjang Maret 2019, cukup memberikan angin segar bagi prospek kinerja emiten otomotif tersebut. Tapi, prospek industri masih belum menjanjikan.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menjelaskan, dari sisi kinerja ASII memang relatif cukup baik. Namun, tren pasar otomotif domestik masih cenderung negatif.
"Apalagi dalam tiga bulan terakhir penjualan mobil (tahunan) mencatatkan penurunan. Selain itu, adanya proyeksi kenaikan suku bunga kredit konsumsi di kuartal II-2019, berpotensi menekan kinerja ASII," kata Valdy kepada Kontan.co.id, Senin (22/4).
Analis JP Morgan Benny Kurniawan dalam risetnya mengungkapkan, sepanjang Maret 2019 penjualan kendaraan roda empat Astra mencapai 90.000 unit, sejalan dengan ekspektasi mereka. Selain itu, volume penjualan grosir juga membaik yakni sebanyak 50.000 unit, sebagian besar didukung penjualan Daihatsu.
Sedangkan untuk pangsa pasar, ASII menguasai 56% pasar mobil Tanah Air per Maret 2019 dan merupakan yang tertinggi. Meskipun perlu diakui, dilihat dari kinerja industri pasar otomotif sepanjang Maret 2019 cenderung masih lesu.
"Secara month to month (mtm) penjualan otomotif turun 0,3%, dengan penjualan non Astra mendominasi pelemahan, khususnya dari Honda yang membukukan penjualan 8.000 unit per Maret atau turun 23% mtm," jelas Benny dalam risetnya Selasa (16/4).
Sepanjang kuartal I-2019, volume penjualan mobil secara industri turun sebanyak 13%. Penjualan mobil Astra turun 5%. Kondisi tersebut, sejalan dengan pangsa pasar ASII yang mencapai 53%.
Untuk 2019, JP Morgan memandang prospek kinerja Astra masih positif dan tidak seburuk perkiraan di kuartal I-2019. Sementara, Valdy menilai secara umum prospek ASII masih cukup baik mengingat pangsa pasar yang besar di segmen kendaraan roda empat dan roda dua.
"Roda empat, ASII masih memiliki sekitar 50% pangsa pasar Indonesia, sementara kendaraan roda dua masih di kisaran 75%," ungkap Valdy.
Hingga akhir 2019, JP Morgan menargetkan harga saham ASII bisa menyentuh level Rp 8.200 per saham dengan rekomendasi overweight. JPMorgan memperkiraan price earning (PE) tahun ini sebanyak 13 kali atau berada di bawah rata-rata.
Target tersebut ditetapkan dengan pertimbangan adanya risiko persaingan otomotif khususnya dari sisi model, risiko kenaikan suku bunga yang berkepanjangan dan berpotensi memengaruhi permintaan kendaraan roda empat.
Selain itu, ada juga risiko penuran harga komoditas secara mendadak, dan kemungkinan terjadinya kemerosotan ekonomi makro di Tanah Air.
Analis Maybank KimEng Sekuritas Isnaputra Iskandar, dalam risetnya 22 Maret 2019 lalu, merekomendasikan buy untuk saham ASII dengan target harga Rp 8.900 per saham. Isnaputra menghitung, PE ASII di akhir tahun bisa mencapai 13,4 kali atau di bawah rata-rata IHSG yakni 14,9 kali.
Isnaputra memperkirakan, penjualan mobil secara industri tahun ini bisa mencapai 1,2 juta unit dan penjualan motor 6,4 juta unit. Isna melihat, pangsa pasar mobil Astra yang mencapai 51% dalam dua bulan pertama masih sejalan dengan prediksinya di 51,2%.
Pangsa pasar sepeda motor yang mencapai 77% bahkan lebih tinggi daripada prediksi Maybank Kim Eng di angka 75%. "Kami memperkirakan ASII akan mempertahankan pangsa pasar dan memperbaiki margin di sepanjang tahun ini," imbuh dia.
Maybank Kim Eng menurunkan prediksi core net profit ASII tahun ini sebesar 6,2% menjadi Rp 21,87 triliun. Penurunan ini berasal dari volume penjualan alat berat Komatsu yang diramal turun serta margin EBIT PT United Tractors Tbk (UNTR) yang juga turun. Maybank Kim Eng memperkirakan, pendapatan ASII tahun ini akan mencapai Rp 252,40 triliun, naik 5,52% ketimbang tahun lalu.
Di sisi lain, kabar mengenai rencana divestasi Bank Permata dinilai Analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia Joko Sogie mampu memberikan kejutan positif bagi pemegang saham ASII. Mengingat, ASII merupakan pengendali 45% saham Bank Permata.
Dengan asumsi adanya transaksi divestasi, maka diperkirakan price to book value (PBV) ASII berada di kisaran 1-1,5 kali. Artinya, pemegang saham ASII berpeluang untuk mendapatkan bonus penghasilan tambahan dari pendapatan ASII.
Selain itu, emiten juga bisa menghemat biaya bunga bersih, serta berpotensi adanya pembagian dividen dari laba yang diperoleh ASII. "Kami melihat adanya ruang kenaikan, jika skenario divestasi bisa terwujud. Untuk itu kami rekomendasikan buy dengan target harga Rp 9.000 di akhir tahun," ujar Joko dalam risetnya 9 April 2019.
Maybank Kim Eng merekomendasikan beli ASII dengan target harga 12 bulan di angka Rp 8.900 per saham. Target ini turun dari sebelumnya Rp 9.700 per saham. Hari ini, harga saham ASII turun 4,14% ke Rp 7.525 per saham.
Editor: Wahyu Rahmawati
Editor: Wahyu Rahmawati
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bisa mempertahankan pangsa pasar, saham Astra International (ASII) masih layak beli"
Post a Comment