Tajuk Rencana
Satu Dinas Satu Desa Miskin
Sepertinya terdengar bagus dan indah: Satu Dinas Satu Desa Miskin. Itulah program yang digagas Pemerintah Provinsi Jateng untuk menggenjot upaya pemberantasan kemiskinan. Melalui program itu, setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendapat tanggung jawab di satu desa miskin untuk melaksanakan program sesuai dengan sektor yang bersangkutan. Misal, Dinas Pendidikan menyelesaikan anak putus sekolah di satu desa miskin.
Gubernur Ganjar Pranowo sebagaimana diberitakan Suara Merdeka (6/3) meyakini program Satu Dinas Satu Desa Miskin bisa menjadi terobosan baru untuk menuntaskan program pemberantasan kemiskinan. Meski program pemberantasan sudah mengentaskan 29.800 warga miskin, Gubernur mengakui masih ada 3,87 juta jiwa yang harus tersentuh program pengentasan.
Untuk itu, diperlukan terobosan-terobosan agar pengentasan kemiskinan makin maksimal. Melalui program itu, dinas mendapat prioritas pendampingan 745 desa binaan di 14 kabupaten. Masing- masing akan menggarap sesuai sektor tanggung jawab, semisal Dinas Sosial menggarap masalah sosial, Ddinas Pekerjaan Umum menyentuh infrastruktur, dan demikian pula SKPD/BUMD yang lain.
Program itu menarik dan layak diapresiasi. Jumlah 3,87 juta jiwa warga miskin itu tidak sedikit dan membutuhkan program yang efektif dan tidak biasa-biasa saja. Pertanyaannya, apakah program Satu Dinas Satu Desa Miskin betul-betul akan menjadi jawaban atas persoalan kemiskinan? Apakah unit kerja pemerintah, dalam hal ini SKPD dan BUMD memang harus bekerja keroyokan semacam itu untuk mengentaskan kemiskinan?
Bagaimana dengan tupoksi, kebijakan, dan tanggung jawab di luar program itu? Pertanyaan-pertanyaan mendasar itu penting untuk dielaborasi agar program benar- benar berjalan. Salah satu kekhawatiran yang sudah sejak beberapa dekade ini menjadi bahan pembahasan akademik adalah gejala overgoverned. Ketika mengatasi problem dan situasi di masyarakat, pemerintah cenderung membentuk unit kerja baru, gugus tugas, komisi, atau badanbadan nonpemerintah baik yang tampak secara struktural. Yang paling sering terjadi adalah penugasan kepada unit struktural namun tidak dengan mekanisme struktural. Jika tidak hati-hati, program Satu Dinas Satu Desa Miskin bisa terseret pada jebakan overgoverned, terlalu banyak ditangani tetapi malah tidak efektif.
Karena setiap SKPD/BUMD sudah punya tupoksi, tumpang-tindih kebijakan dan rencana aksi sangat mungkin akan terjadi dan hal itu justru akan kontraproduktif. Kemiskinan juga tidak sekadar persoalan sektoral, tetapi lebih bersifat sistemik dan kultural dan membutuhkan strategi yang sistemik pula.
Berita Terkait
Loading...
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Satu Dinas Satu Desa Miskin - Suara Merdeka CyberNews"
Post a Comment