
BOGOR,(PR).- Masa depan transportasi massal publik Trans Pakuan di Kota Bogor kian tak jelas. Pemerintah Kota Bogor tidak memberikan subsidi operasional kepada pengelola Trans Pakuan pada 2019 karena proses pengajuan anggarannya ditolak DPRD Kota Bogor. Akibatnya, Trans Pakuan terancam tak beroperasi tahun ini.
Kepala Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan Kota Bogor, Jimmy Hutapea mengatakan, pada 2018 lalu Pemerintah Kota Bogor mengajuan anggaran subsidi untuk program Trans Pakuan Koridor (TPK) senilai Rp 17,5 miliar. Anggaran tersebut disusun untuk skema subsidi tarif, bukan subsidi pengadaan bus kepada Badan Usaha Angkutan di tiap TPK. Namun, pengajuan tersebut ditolak oleh DPRD.
“Kalau tanpa subsidi dari pemerintah, Trans Pakuan sulit beroperasi. Subsidi itu penting untuk membantu operasional di setiap TPK,” ujar Jimmy kepada Pikiran Rakyat, Minggu 27 Januari 2019.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Jajat Sudrajat mengatakan, kegagalan yang pernah dialami Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) dalam menjalankan skema konversi 3:1 di Trans Pakuan menjadi alasan mengapa usulan anggaran subsidi bagi operasional Trans Pakuan ditolak. Selain itu, PDJT selaku pengelola Trans Pakuan juga gagal menjalankan sistem transportasi massal Trans Pakuan sehingga mengalami defisit terus-menerus.
“Ada yang salah dalam tata kelolanya, sebagai perusahaan daerah, PDJT gagal membiayai kebutuhan operasional dasar. Perlu ada pembenahan dulu di internal PDJT. Pengelola transportasi massal di Kota Bogor harus sosok yang paham betul tentang transportasi,” kata Jajat.
Ketua Organisasi Angkutan Darat Kota Bogor M Ishak menilai, program transportasi massal Trans Pakuan merupakan program gagal dan merugikan keuangan negara. Kondisi tersebut tercermin dari mangkraknya beberapa bus PDJT dan halte-halte yang dahulu dibangun dengan anggaran miliaran.
“Kemenhub memberikan hibah 10 bus, padahal tinggal diurus saja surat kelengkapannya, tetapi PDJT tidak mampu mengurusnya sehingga aset itu mangkrak,” ujar Ishak.
Menurut Ishak, program transportasi massal Trans Pakuan harus memiliki kepastian dari berbagai aspek. Kepastian seperti hukum, hingga efisiensi anggaran diperlukan agar PDJT maupun badan hukum selaku operator di TPK dapat menjalankan fungsinya dengan optimal. “Usaha transportasi massal seharusnya harus jelas segalanya, ya sistem pelaksanaanya, penganggarannya,” kata Ishak.
Disinggung terkait nasib PDJT, Wali Kota Bogor Bima Arya menyebutkan hingga saat ini belum ada struktur PDJT secara definitif. Menurut Bima, saat ini Pemerintah Kota Bogor masih melakukan kajian bersama DPRD untuk menentukan masa depan PDJT.
“Kajiannya belum rampung, kitamasih memastikan format permanennya seperti apa, perlu ada treatment khusus,” kata BIma.
Hingga kini, PDJT masih dikendalikan oleh pelaksana tugas. PDJT juga beroperasi tanpa kantor, struktural, dan program yang pasti. Pelaksana tugas PDJT Endang Suherman mengatakan, meskipun tanpa program yang pasti, namun Trans Pakuan tetap berjalan dengan armada yang ada dengan satu trayek.
“Kami punya 29 bus yang kondisinya rusak, ada 10 bus dari Kemenhub, tetapi yang baru bisa diurus suratnya hanya ada dua. Saat ini yang benar-benar beroperasi hanya 2 bus reguler dan dua bus wisata, kita beroperasi di wilayah Sentul. Hasil operasional Cidangiang-Belanova itu kami kumpulkan untuk memperbaiki bus,” ujar Endang.
Nasib PDJT yang mengambang juga mengancam kesejahteraan pegawainya. Saat ini PDJT memiliki 147 pegawai. Namun, dalam sehari hanya 40 orang yang dibutuhkan untuk menjalankan program PDJT. Endang terpaksa memberlakukan sistem sif untuk memberikan keadilan bagi semua pegawainya.
“Kita bagi sif. Per hari itu 40 orang, per orang dalam seminggu kebagian kerja selama tiga hari. Alhamdulilah karyawan masih mau kerja, ini yang buat saya semangat,” ucap Endang.***
https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2019/01/27/tanpa-subsidi-operasional-trans-pakuan-terancam-tak-beroperasi-tahun-iniBagikan Berita Ini
0 Response to "Tanpa Subsidi Operasional, Trans Pakuan Terancam Tak Beroperasi Tahun Ini - Pikiran Rakyat"
Post a Comment