Search

Kemiskinan di Lombok Barat Masih Tinggi, Terbanyak Kemiskinan Struktural

Lombok Barat, Gatra.com - Angka kemiskinan di Lombok Barat (Lobar), Nusa Tenggara Barat (NTT) terbilang masih tinggi. Itu berdasarkan pernyataan resmi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Barat.

Meski terjadi penurunan angka kemiskinan, namun penurunannya tidak terlalu signifikan. BPS Lombok Barat menyebut kemiskinan structural lebih dominan dibandingkan dengan kemiskinan ultural.
Berdasarkan surveinya di tahun 2018 ini BPS Lobar belum bisa menyebut angkanya. Mengingat tabulasi angka kemiskinan itu harus dikompilasi dengan data yang diperoleh hasil survei kemiskinan pada bulan Maret dan November setiap dua kali dalam setahunnya.

Kepala BPS Lombok Barat, Drs. Anas, M.Si mengatakan bahwa tolok ukur kemiskinan yang bisa menjadi acuan kepala keluarga dikatakan miskin dan tidak miskin dilihat dari faktor kemampuan konsumsi pangan senilai 2000 kilogram (kg)/kalori. Jika standar konsumsi pangan dibawah itu maka dikatagorikan warga tersebut diklasifikasikan miskin. Namun sebaliknya jika konsumsinya lebih dari itu maka dia tidak disebut miskin.

Indikator penilaian kemiskinan di setiap daerah itu berbeda-beda dilihat dari kemampuan daya beli dan nilai jasa perdagangan yang lazim berlaku di daerah tersebut. "

Melalui Survei Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan setiap bulan Maret dan November setiap tahunnya baru bisa dihimpun jumlah angka kemkiskinan hyang bisa diperoleh,” kata Anas dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Singkronisasi Data Daerah Dalam Angka Kabupaten Lombok Barat di Giri Menang, Gerung, Jumat (26/10).

Menurut Anas, dilihat dari kebutuhan kalori tersebut bagi seorang warga dalam satu keluarga yang misalnya beranggotakan 5 orang, maka satu orang anggota keluarga tersebut minimal harus terpenuhi kebutuhan kalorinya senilai Rp400.000/lorang/bulan.

Setidaknya dalam satu keluarga tersebut minimal berpenghasilan Rp 2 juta/bulan. "Jika satu keluarga tersebut memiliki penghasilan kurang dari Rp2 juta dari 5 orang anggota keluarga yang ditanggung, maka keluarga tersebut dikatagorikan miskin,” ujar Anas memberi analogi.

Ia menambahkan secara umum faktor kemiskinan itu ada dua jenis: kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural dimaksud adalah kemiskinan yang lebih disebabkan karena faktor mental seseorang yang berperilaku, misalnya tidak mau bekerja atau malas bekerja (pengangguran, red), atau tanpa ada inisiatif untuk merubah hidupnya.

“Dalam hal ini tentu menjadi tugas bersama untuk mengentaskannya baik pemerintah, para tuan guru/tokoh agama, tokoh masyarakat dalam merubah sikap mental masyarakat yang tidak baik tersebut,” tutur Anas.

Anas menambahkan, kemiskinan structural lebih terkait dengan kebijakan ekonomi pemerintah dalam dalam mendorong pembangunan infrastruktur dan suprastruktur ekonomi masyarakat untuk menunjang aksebilitas masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya.

Misalnya kebijakan pemerintah dalam menyiapkan sarana prasarana jalan, bendungan, sarana kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Jadi kalau keberpihakan pemerintah membangun sarana-prasarana dimaksud cukup tinggi, maka akan mampu meretas atau mengurangi angka kemkiskinan itu sendiri.

"Karena memberikan multi manfaat yang cukup banyak dalam mendongkrak arus petrekonomian myarakat. Meski demikian selama ini faktor penyebab kemiskinan structural lebih dominan ketimbang faktor cultural,” tandas Anas.


Reporter: Hernawardi

Editor: Aries Kelana

Let's block ads! (Why?)

https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-daerah/359493-Kemiskinan-di-Lombok-Barat-Masih-Tinggi-Terbanyak-Kemiskinan-Struktural

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kemiskinan di Lombok Barat Masih Tinggi, Terbanyak Kemiskinan Struktural"

Post a Comment

Powered by Blogger.