Direktur Utama INKA Budi Noviantoro pun bercerita soal harga. Dia bilang, kereta bekas Jepang sebenarnya murah, yang mahal ialah biaya pengirimannya.
"KRL itu sebetulnya barangnya barang bekas dari Jepang, jadi tidak akan bisa dibandingkan (harganya). Setahu saya waktu saya di KAI harganya Rp 2 miliar saja. Itu dibuang itu, cuma harga transportasi, harga loading kesini. Harga sih nol lebih baik dijual ke Indonesia pada saat itu, saya yang merintis sebetulnya," ujar Budi di Kementerian BUMN Jakarta, Senin (19/8/2019).
Dia melanjutkan, jika tidak memakai barang bekas maka tarif KRL tidak akan murah seperti sekarang.
"Di sana itu buang barang bekas mahal, terus dimulai lah. Kenapa, kalau nggak bekas maka harga tarifnya tidak akan seperti sekarang," kata Budi.
Sementara, harga kereta INKA sekitar US$ 1,3 juta atau sekitar Rp 18,2 miliar (kurs Rp 14.000). Artinya, ada selisih yang cukup besar antara kereta bekas Jepang dan kereta INKA.
"Sekarang Rp 2 miliar, sekarang saya menawarkan ke KCI US$ 1,3 juta, 1 (kereta) loh ya, kira-kira ya seperti itu jauh," ujarnya.
Meski demikian, dia berpandangan, KCI saat ini kesulitan melakukan perawatan. Lantaran, di negara asal komponen kereta itu sudah tidak diproduksi.
"Pertanyaan bagaimana? Sekarang mereka sedang kesulitan perawatan, karena spare part sudah nggak ada, itu sekian tahun yang lalu mereka nggak produksi. Sehingga temen-temen mencoba mengakali tapi lama-lama nafasnya habis," tutupnya.
Simak Video "Mengintip Proses Pembuatan Kereta Api di Madiun"
[Gambas:Video 20detik]
(hns/hns)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "RI Bisa Bikin KRL, Tapi Kok Impor yang Bekas dari Jepang? - detikFinance"
Post a Comment