KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu, rupiah berhasil ditutup menguat di level Rp 14.083 per dollar AS atau menguat 0,31% dalam sepekan. Melihat tren positif pergerakan tersebut, nasib rupiah di awal semester dua ini bisa berlanjut hingga akhir tahun. Meski, Senin (8/7), rupiah melemah 0,18% ke level Rp 14.108 per dollar AS.
Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf mengungkapkan, nilai tukar rupiah berpeluang untuk kembali di bawah angka Rp 14.000 per dollar AS. Hal ini dapat terjadi ketika perang dagang antara AS dan China dapat memberi sinyal positif terkait kepastian mengenai hubungan dagang kedua negara tersebut.
Selain itu, potensi kebijakan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga juga turut mempengaruhi hal tersebut.
"Kalau misalnya kedua ini bisa segera direalisasi di semester 2 ini, ya bukan tidak mungkin hal ini menjadi pemicu rupiah bergulir di bawah Rp 14.000 per dollar AS," ujar Deddy.
Menurut Dedy, pemangkasan tingkat suku bunga oleh BI akan berpengaruh pada sektor industri yang diharapkan bisa tumbuh. Selain itu, pemangkasan ini secara tidak langsung bisa mengurangi tingkat angka pinjaman kredit yang bisa membantu sektor usaha.
Hal ini juga sesuai dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. "Kalau misalnya BI berani memangkas tingkat suku bunganya, justru bisa mempengaruhi sektor industri untuk menggeliat dan menyebabkan nilai tukar rupiah menguat," ujar Deddy.
Walaupun ada peluang rupiah berada di bawah Rp 14.000 per dollar AS, Deddy mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor yang bisa menghambat peluang tersebut. \
Current Account Deficit (CAD) menjadi permasalahan utama yang menyulitkan peluang penguatan rupiah hingga akhir tahun. Deddy mengatakan bahwa saat ini CAD masih menjadi perhatian pemerintah terutama di sektor perdagangan.
"Kalau misalnya current account deficit ini semakin melebar dan pemerintah tidak bisa mengatasi ya mungkin rupiah sampai akhir tahun 2019 di area Rp 14.000 hingga Rp 14.500," sebut Deddy.
Senada dengan Deddy, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan masih banyak sentimen yang akan melanjutkan tren positif untuk penguatan rupiah hingga akhir tahun.
Faktor eksternal seperti perang dagang AS-China yang mulai sedikit mereda hingga faktor internal seperti cadangan devisa turut menguatkan tren positif tersebut.
Josua juga mengungkapkan bahwa berbicara rupiah berarti berbicara tentang demand valas. Menurutnya, supply valas belakangan ini cukup baik. Hal itu tampak dari inflows tahun ini sudah mencapai 11 miliar rupiah.
"Di sisi capital market secara year to date hingga kemaren di stock market hampir 5 miliar dan di bond market sendiri sudah hampir 6,6 miliar rupiah," sebut Josua.
Melihat kondisi ekonomi saat ini, Josua berpendapat ada kemungkinan rupiah berada di bawah Rp 14.000 per dollar AS. Hanya saja, seberapa besar kemungkinan terjadi perlu melihat perkembangan ekonomi yang terjadi di global. Masih banyak faktor-faktor yang bisa menekan proses penguatan rupiah hingga akhir tahun.
Berbeda dengan Josua dan Deddy, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyebutkan bahwa hingga akhir tahun rupiah paling kuat hanya akan berada di angka Rp 14.000 per dollar AS.
Masalah utama yang akan menekan penguatan rupiah hingga akhir tahun ialah terkait perang dagang dan Brexit. Menurutnya perang dagang akan meluas hingga negara-negara yang merugikan AS dan Brexit akan terkendala dalam proses keluarnya Inggris dari Eropa.
Editor: Yudho Winarto
Editor: Yudho Winarto
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menerka nasib rupiah hingga akhir tahun 2019"
Post a Comment