Ekonom Indef menilai larangan mengambil gambar di pesawat malah mengundang persepsi konsumen yang menduga Garuda ingin menutup-nutupi kekurangan dalam hal pelayanan.
"Awak kabin harus menggunakan bahasa yang assertive dalam menyampaikan larangan kepada penumpang... kecuali sudah mendapat surat izin dari perusahaan," tulis poin kedua pada surat berlogo Garuda Indonesia yang diterima reporter Tirto, Selasa (16/7/2019).
Surat pengumuman tersebut dibenarkan oleh VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, M. Ikhsan Rosan. Ia mengatakan surat itu merupakan edaran internal dan belum final. Ia mengklaim surat edaran tersebut telah direvisi menjadi imbauan agar penumpang tak melakukan pengambilan gambar.
Menurut Ikhsan, imbauan ini ditujukan agar penumpang menghormati privasi sesama penumpang dan awak kabin yang sedang bertugas. Apalagi, kata dia, jika pengambilan gambar dilakukan tanpa seizin orang yang bersangkutan.
Ikhsan juga mengatakan imbauan ini menunjukkan kalau Garuda patuh pada peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Imbauan ini sebagai upaya untuk melindungi hak kenyamanan dan hak privasi seluruh penumpang dalam pesawat,” ucap Ikhsan dalam keterangan tertulis yang diperoleh reporter Tirto pada Selasa (16/7/2019).
Namun, belum ada yang dapat memastikan apakah pemberlakuan aturan ini terkait dengan viralnya gambar menu Garuda yang ditulis tangan pada Minggu (14/7/2019). Ikhsan enggan menjawab pertanyaan reporter Tirto terkait hal tersebut.
Akan tetapi, Rius Vernandes dan Elwiyana Monica selaku penumpang yang mengunggah gambar itu dilaporkan ke polisi. Mereka dituduh mencemarkan nama baik.
“Guys, gw sama Elwi dapat panggilan dari polisi mengenai masalah ini. Kami di laporkan atas dugaan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Gw yakin kalian tau kalau gw TIDAK ADA maksud sama sekali untuk mencemarkan nama baik siapapun,” ucap akun @rius.vernandes.
Reporter Tirto telah berupaya menghubungi Rius untuk mengonfirmasi hal ini. Namun, hingga berita ini dirilis belum ada jawaban dari Rius.
Dinilai Aneh & Berlebihan
Pengguna Garuda dengan status member platinum, Kania Momonto menilai ada yang aneh dengan larangan mengambil foto dan video di pesawat Garuda. Sebab, sejauh yang Kania ketahui, jarang ada masyarakat yang mengambil foto berlebihan atau “norak” selama berada di pesawat.
Menurut Kania, jika hal ini benar dilarang justru dapat merugikan Garuda sendiri. Sebab, selama ini ekspose sosial media berdampak baik untuk mempromosikan Garuda.
“Malah kalau enggak boleh foto menurut gua malah merugikan Garuda. Dulu, kan, Garuda bikin konser di pesawat. Pasti mereka pingin di ekspose media sosial. Jadi agak aneh deh,” ucap Kania saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (16/7/2019).
Blandina Lintang Setianti yang beberapa kali menjadi pengguna Garuda juga menilai peraturan khusus oleh manajemen Garuda berlebihan. Apalagi, kata dia, belum ada maskapai mana pun yang menerapkan aturan ini.
“Kalau mau respect sama privasi orang seharusnya tidak perlu ada pengaturan umum kayak gini. Mungkin bisa diumumkan kalau di bagian sana-sini tidak boleh diambil gambarnya,” ucap Lintang saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (16/7/2019).
Sementara itu, pengguna Garuda lainnya, Miftah Fadhi mengatakan aturan tersebut dipaksa karena bersifat imbauan. Ia mengatakan jika pelanggaran-pelanggaran selama penerbangan seharusnya harus melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-undang Penerbangan atau Undang-undang Perlindungan Konsumen.
“Selama ini Garuda, kan, memang mencitrakan dirinya sebagai maskapai kelas pertama ya untuk pelayanannya. Jadi agak kecewa sih kenapa dia bisa melakukan tindakan itu [melaporkan konsumen],” ucap Miftah saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (16/7/2019).
Dalih untuk Tutupi Kekurangan Pelayanan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra P.G. Talattov pun juga melihat ada yang aneh dari larangan mengambil gambar di pesawat Garuda. Menurut Abra, langkah Garuda untuk menerapkan larangan atau imbauan itu akan sulit dilakukan, bahkan dapat berujung pada penolakan konsumen.
“Secara aturan itu sulit. Bisa ditanyakan apa hak Garuda? Apa dasar hukumnya dan sanksinya. Ini kan ruang publik,” ucap Abra saat dihubungi reporter Tirto pada Selasa (16/7/2019).
Menurut Abra, imbauan tersebut masih relevan jika memang diterapkan untuk menjaga privasi. Namun, larangan mengambil gambar di pesawat malah mengundang persepsi konsumen yang menduga Garuda ingin menutup-nutupi kekurangan dalam hal pelayanan.
Abra menyarankan Garuda lebih banyak melakukan perbaikan pelayanan dalam maskapainya. Menurut dia, citra ini lebih tepat untuk ditampilkan ketimbang menyembunyikan kekurangan karena dapat berujung pada hilangnya simpati masyarakat.
“Kalau ada kekurangan ya mestinya diberbaiki servisnya. Perbaiki pelayanan bukan menghambat,” ucap Abra,
Lagi pula, menurut Abra, saat ini tren pemasaran sudah berubah menjadi berbasis pengalaman pelanggan atau customer based experience. Bahkan, kata dia, layanan yang dijual saat ini sangat bergantung pada ulasan konsumen.
“Trennya kan begitu. Bisnis endorsement testimoni customer. Dari situ orang berbagi pengalaman rekomendansi. Justru viral itu momentum untuk mendorong bisnisnya,” pungkas dia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Garuda Larang Penumpang Ambil Gambar: Cara Aneh Tutupi Kekurangan - tirto.id"
Post a Comment