Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Eksekutif Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia Prama Yudha Amdan mengatakan pihaknya menyambut baik kebijakan anyar super deductible tax. Meskipun demikian, pihaknya memberikan catatan bahwa hal paling dibutuhkan industrinya saat ini adalah kepastian pasar.
"Di industri kami rantai tekstil yang jadi kendala kepastian pasar," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (17/7).
Dia menjelaskan bahwa kepastian pasar akan mendorong masuknya investasi. Jika investasi masuk, maka implementasi kebijakan tentu dapat didorong.
"Yang dikeluarkan oleh pemerintah itu sangat baik potongan pajak. Cuma masalahnya itu tidak akan berhasil kalau investasinya tidak mengambil tempat," urai dia.
Menurut dia, sejauh ini cukup banyak industri yang siap berinvestasi di Indonesia. Namun, masih wait and see sebab belum ada jaminan bahwa produknya akan terserap atau tidak.
"Pertanyaannya kenapa invest enggak jadi. Cuma ada gempuran arus impor masuk barang yang menyebabkan tidak semua utilisasi dalam negeri bisa terserap. Akibatnya produk-produk yang ada di dalam negeri pun tidak bisa diserap pasar. Akibatnya invesment tanda tanya saya masuk atau tidak," jelas dia.
"Kalau dilihat riilnya kita ada 22 perusahan cukup besar sudah ada readyness untuk invest. Cuma belum mau masuk belum ada karena return kita 3 sampai 5 tahun," imbuhnya.
Oleh karena itu, dia mengharapkan kebijakan super deductible tax tidak berdiri sendiri, tapi didukung oleh kebijakan lain yang memberikan kepastian pasar dan kepastian usaha bagi investor.
"Jadi dalam pandangan kami kebijakan ini baik. Cuma harus ada pendahuluannya dulu. Perbaiki dulu pasarnya, iklim investasinya masuk setelah itu baru implementasi. Jadi kalau pertanyaan apakah ini disambut baik, disambut baik. Apakah dipakai, belum tahu," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Jokowi Beri Insentif Pajak Besar-besaran Buat Pengusaha, Ini Rinciannya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, pada Selasa (25/6/2019).
Dikutip dari laman Setkab, Selasa (9/7/2019), hal tersebut berdasarkan pertimbangan untuk mendorong investasi pada industri padat karya, mendukung program penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja Indonesia, mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri dalam penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, meningkatkan daya saing, serta mendorong peran dunia usaha dan dunia industri dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Dengan perubahan itu, maka Pasal 29 PP tersebut berubah menjadi:
1. Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
2. Industri pionir sebagaimana dimaksud merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Pasal 29A PP ini menyebutkan, kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang:
a. merupakan industri padat karya; dan
b. tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60 persen dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
Sementara Pasal 29B PP ini menyebutkan, kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran.
“Kompetensi tertentu sebagaimana dimaksud merupakan kompetensi untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui program praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran yang strategis untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia, dan memenuhi struktur kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan/atau dunia industry,” bunyi Pasal 29B ayat (2) PP ini.
Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, menurut PP ini, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
“Kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional,” bunyi Pasal 29C ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan sebagaimana dimaksud, fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya sebagaimana dimaksud, pengurangan penghasilan bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu sebagaimana dimaksud; dan d. pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 26 Juni 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dibanding Diskon Pajak, Pengusaha Lebih Butuh Kepastian Pasar"
Post a Comment