Search

FITRA: Aturan Turunan Dana Desa Tidak Sinkron dengan Pusat - INDONESIAINSIDE.ID

Oleh: Ahmad ZR

Indonesiainside.id, Jakarta — Sejak lima tahun digulirkan, implementasi UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa hingga hari ini masih menyisakan masalah, meski Pemerintah telah menggelontorkan anggaran Dana Desa dari APBN mencapai Rp 257,7 triliun untuk tahun anggaran 2015-2019. Terlebih, dana desa kerap dipolitisasi petahana untuk kepentingan elektoralnya.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), menyebut dana desa adalah program populis. Dengan begitu, sudah pasti pemerintah saat ini mendapat keuntungan politik berupa ‘citra baik’ dari digelontorkannya dana desa tersebut.

“Namun dari aspek politik anggaran, besaran dana desa yang mencapai Rp70 triliun rupiah di 2019, menurut kami masih kurang besar,” kata Misbah Hasan kepada Indonesiainside.id, saat dihubungi, Selasa (30/4).

Selain itu, FITRA menilai, masih terjadi disharmoni kebijakan antar regulasi turunan UU Desa. Misalnya, Permendes 16/2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2019 tidak sinkron dengan Permendagri Nomor 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

“Ketidaksinkronan tersebut terlihat dari pengaturan nomenklatur belanja dalam APBDesa,” ujarnya.

Misbah juga menjelaskan, mandat bagi Kabupaten/Kota untuk menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota tentang Daftar Kewenangan Desa masih banyak dilanggar. Dari 74.957 Desa, baru sekitar 20 persen yang sudah menetapkan Perbup/Perwali tentang Daftar Kewenangan Desa tersebut.

“Hingga akhir 2018, Satuan Tugas Dana Desa (Satgas DD) menerima 14.291 pengaduan dari masyarakat dan baru 5.067 aduan yang diproses. Sedangkan pengaduan yang terkait Dana Desa sebanyak 1.371,” ujarnya.

Sementara, khusus kasus korupsi Dana Desa ada 181 kasus. Kasus korupsi ini melibatkan 184 tersangka termasuk 141 Kepala Desa. Per Semester I 2018 Penyimpangan Dana Desa mencapai Rp 40,6 Milyar.

Dari aspek transparansi dan partisipasi masyarakat, sebagian besar Desa sudah membuat publikasi APBDesa melalui baliho/website desa, namun masih sebatas ringkasan, sehingga tidak bisa digunakan secara maksimal untuk peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran Desa.

Karenanya, FITRA mendorong koordinasi yang lebih intensif antar Kementerian yang membidangi isu Desa, yakni Kemendesa, PDTT, Kemendagri, dan Kemenkeu untuk duduk bersama ketika akan menerbitkan suatu regulasi, sehingga tidak membingungkan Pemerintah Desa dan masyarakat. Kementerian terkait juga perlu memberi teguran atau bahkan sanksi kepada Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Perbup/Perwali tentang Daftar Kewenangan Desa sesuai aturan yang berlaku.

“Pemerintah pusat juga dapat memperkuat peran masyarakat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melakukan pengawasan dan audit sosial terhadap pengelolaan keuangan desa,” tuturnya

Penguatan kapasitas ini bisa dilakukan atau disupervisi oleh lembaga penegak hukum, bukan terjun langsung melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang justru menyuburkan praktik korupsi di desa. FITRA juga mendorong Pemerintah Desa meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran desa.

“Dana desa juga dapat memperkuat pemberdayaan masyarakat melalui literasi anggaran, skill advokasi, dan pendalaman demokrasi di tingkat desa, misalnya dengan penyelenggaraan Sekolah Anggaran Desa (Sekar Desa) dan membentuk posko pengaduan warga,” saran dia. (*/Dry)

Let's block ads! (Why?)

https://indonesiainside.id/fitra-aturan-turunan-dana-desa-tidak-sinkron-dengan-pusat/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "FITRA: Aturan Turunan Dana Desa Tidak Sinkron dengan Pusat - INDONESIAINSIDE.ID"

Post a Comment

Powered by Blogger.