
Pengusaha yang mengeluhkan tingginya harga avtur adalah pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Sebab, harga avtur yang tinggi membuat harga tiket pesawat mahal, sehingga okupansi kamar hotel menjadi menurun.
Salah satu yang membuat tinggi harga avtur adalah tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang sebesar 10%. Namun, pihak Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menilai bahwa tidak tepat atau adil jika PPN menjadi penyebab tingginya harga avtur.
"Jadi kalau sekarang ada yang mengatakan tinggi karena ppn itu kami pikir nggak tepat dan nggak fair juga. Nggak ada ketentuan baru ini," sambung dia.
Menurut Hestu, tinngginya harga avtur juga tidak mengubah ketentuan pajak yang diberlakukan. Bahkan, tarif PPN berlaku secara tunggal atau setiap produk yang terkena PPN besaran tarifnya sama 10%.
Dia mencontohkan, sebuah toko menjual jam tangan dengan harga Rp 1 miliar maka terkena PPN sebesar 10%, sedangkan harga naik menjadi Rp 2 miliar maka tarif pajak PPN nya pun teteap sama.
Sehingga, pengenaan PPN pada penjualan jam tangan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai penyebab kenaikan harga. Sebab, harga naik maupun turun lebih dikarenakan faktor lain.
"Apakah kemudian ini karena PPN harga jam itu naik? kan nggak juga, karena harganya naik, naik saja, karena faktor lain gitu," ungkap dia. (hek/dna)
https://finance.detik.com/energi/d-4427803/ppn-dituding-jadi-biang-keladi-harga-avtur-mahal-pajak-nggak-fairBagikan Berita Ini
0 Response to "PPN Dituding Jadi Biang Keladi Harga Avtur Mahal, Pajak: Nggak Fair - detikFinance"
Post a Comment