Berdasar data Kementerian Perhubungan, porsi biaya bahan bakar pesawat bisa mencapai 24% dalam ongkos penerbangan. Namun, klaim dari maskapai porsi ini bisa membengkak sampai 40%.
![]() |
Pertamina selaku pemain tunggal menegaskan harga yang diberikan sudah cukup kompetitif. Mengingat ongkos yang ditanggung perseroan untuk memasok avtur ke bandar udara juga tidak kecil. Apalagi bandar udara yang berada di kawasan dengan infrastruktur terbatas.
Alhasil, tarik menarik antara maskapai dan Pertamina kerap terjadi. Tapi, baru kali ini sampai disinggung oleh presiden secara langsung. Dalam acara gala dinner Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tiga hari lalu, Presiden Joko Widodo menyebut harga avtur Indonesia terlalu mahal, sampai 30% di atas negara-negara tetangga.
Lalu, Jokowi juga menyebut bahwa avtur dimonopoli oleh Pertamina. Ini harus dibenahi, kata Jokowi.
"Pilihannya satu, harga bisa sama dengan harga internasional atau tidak? Kalau gak bisa, saya akan masukan kompetitor yang lain sehingga terjadi kompetisi," tegas Jokowi.
Bukan Monopoli, Tapi Akses dan Infrastruktur
Soal penjualan dan penyediaan avtur di bandara sebenarnya terbuka-terbuka saja bagi pihak swasta buat masuk. Toh ini sudah disebut dalam beberapa aturan, yakni; aturan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH Migas/IV/Tahun 2008 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019.
Pertanyaannya adalah, jika aturan sudah dibuka sejak 2008 kenapa sampai saat ini tidak ada satu pun swasta yang masuk?
Pertanyaan ini sebenarnya serupa dengan mempertanyakan kenapa swasta nasional dan asing baru berbondong-bondong membangun pom bensin dalam beberapa tahun terakhir, sementara Undang-Undang Migas sudah membuka peluang investasi SPBU untuk swasta sejak 2001?
Jawabannya adalah ini: kemudahan investasi dan infrastruktur
Ada peluang tapi jalannya berliku, terjal, dan tidak efisien bisa dipastikan akan sulit mendapat investor.
Penjualan avtur di Indonesia sangatlah menggoda, dengan pertumbuhan tingkat penumpang pesawat yang mencapai double digit dan frekuensi penerbangan lokal yang semakin banyak, pemain avtur sangat tergiur untuk masuk ke sini.
Tapi, pasar RI ini ibarat gadis lajang nan rupawan yang berdiam di atas gunung. Meski cantik, sulit sekali untuk mendapatkannya. Sementara, ada gadis lain yang bisa didapat cukup hanya dengan buka aplikasi perjodohan saja.
Sebenarnya, pemain-pemain avtur kelas dunia sudah lama melirik Indonesia. Tapi persyaratan investasinya membuat mereka mundur perlahan dan menanti adanya perubahan.
CNBC Indonesia bertemu dengan seorang petinggi perusahaan migas internasional yang tak mau dibuka identitasnya. Dari perbincangan sangat terbaca bahwa perusahaannya sangat berminat masuk ke pasar avtur RI.
Ia menjelaskan untuk memasok avtur ke bandara memerlukan infrastruktur dan mata rantai yang cukup banyak.
Dimulai dari kilang untuk mengolah avtur, lalu avtur dipasok ke terminal BBM dengan berbagai moda transportasi; bisa lewat pelabuhan atau darat tergantung letak bandara dan terminal penyimpanan BBM.
Dari terminal BBM, avtur harus diangkut lagi ke bandara dan disimpan di fasilitas penampungan yang disediakan bandara. Lalu, ada juga pembangunan pipa bawah tanah untuk menyalurkan avtur ke pesawat. Atau jika tidak gunakan pipa bawah tanah, menggunakan truk penyalur untuk memasok avtur ke bandara.
Masalahnya, semua infrastruktur tersebut selama ini dibangun dan dimiliki oleh Pertamina saja.
"Sementara di luar negeri, ini dikelola oleh pihak bandara atau dikerjasamakan oleh pihak bandara," kata dia, Rabu (13/2/2019).
Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Direktur Utama PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) Haryanto Adikoesumo.
"Idealnya seperti itu, jika ada bandara baru biasanya stakeholder-nya diajak kerjasama oleh bandara. Di Singapura di mana-mana seperti itu, open access jadi bisa ada kompetisi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/2/2019).
AKR contohnya saat ini sedang mengincar penjualan avtur, dengan menggandeng BP. Namun, mereka mengincar pasar Indonesia Timur terlebih dulu. "Karena di sana banyak bandara baru, jadi kita bisa gabung dan masuk dari awal untuk infrastrukturnya," jelasnya.
Untuk infrastruktur, kata Haryanto, AKR diuntungkan karena sebelumnya sudah memiliki terminal-terminal BBM.
"Kalau kilang kan tidak perlu, karena avtur kita hampir separuhnya itu impor. Jadi infrastrukturnya untuk kami tidak banyak menelan biaya," kata dia.
Bisakah Swasta Masuk Soekarno-Hatta?
Pertanyaannya adalah dengan infrastruktur yang kadung dibangun dan dikuasi Pertamina, bisakah swasta ikut meriahkan kompetisi di bandara utama RI yakni Bandara Soekarno Hatta?
Masukan dari para pemain avtur global di antaranya adalah dengan menyerahkan aset-aset tersebut ke pengelola bandara. Misal, Angkasa Pura membeli infrastruktur itu dari Pertamina lalu menerapkan sistem open access seperti yang disebut oleh para pebisnis BBM.
Tapi, soal ini tampaknya belum sama sekali masuk dalam radar pemerintah. Dijumpai usai rapat terkait harga tiket pesawat di Istana Merdeka, kemarin, Menteri BUMN Rini Soemarno masih melontarkan usulan yang bikin Kementerian Keuangan bingung, yakni hapus PPN agar avtur murah.
Saat ditanya kenapa tidak serahkan pengelolaan ke Angkasa Pura, Rini hanya menjawab, "Karena yang investasi Pertamina loh, infrastrukturnya, pipanya, penyimpanannya itu semua Pertamina," kata dia.
Ini semua kembali lagi ke Pak Jokowi dan jajaran menterinya, masih mau avtur murah dan ada kompetisi? Atau terus-terusan dengar ribut harga avtur antara maskapai dan Pertamina?
Saksikan video soal polemik harga avtur di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC] (gus/prm)
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190214061039-4-55417/pak-jokowi-ini-kunci-avtur-murah-singapura-open-accessBagikan Berita Ini
0 Response to "Pak Jokowi, Ini Kunci Avtur Murah Singapura: Open Access - CNBC Indonesia"
Post a Comment