KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China mulai memperlihatkan titik terang. Kondisi ini mengangkat harga aluminium.
Harga aluminium kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) bertengger di level US$ 1.910 per metrik ton pada Kamis (31/1). Angka ini naik tipis 0,03% dari hari sebelumnya. Sementara dalam sepekan, harga aluminium meningkat 1,03%.
Meski begitu, selama pekan ini harga aluminium tergolong bergerak volatil. Apalagi, Senin (28/1), harga aluminium sempat terjerembab di level US$ 1.867 per metrik ton.
Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto mengatakan, kabar seputar perundingan dagang antara AS dan China sangat krusial dalam menopang harga aluminium sepanjang pekan ini. Apalagi, para pelaku pasar sempat diliputi optimisme sekaligus pesimisme di saat bersamaan.
Hal ini tak lepas dari tuduhan yang dilayangkan oleh AS kepada perusahaan teknologi asal China, Huawei, atas penipuan bank. Padahal, kedua negara tengah intens membahas kesepakatan dagang belakangan ini. "Makanya harga aluminium cukup fluktuatif pada pekan ini," kata Andri, Jumat (1/2).
Para pelaku pasar pada dasarnya khawatir harga aluminium akan tertekan jika perundingan dagang AS dan China berujung negatif. Sebab, sentimen perang dagang akan makin meruncing, sehingga permintaan terhadap komoditas ini otomatis berkurang di tengah ancaman perlambatan ekonomi global.
Selain itu, ancaman kelebihan pasokan juga bisa mempengaruhi pergerakan harga aluminium di masa mendatang. Seiring dengan mulai beroperasinya smelter di China setelah musim dingin usai, ada proyeksi produksi alumina melonjak hingga 1,7 juta ton di kuartal I-2019 secara global.
Alumina merupakan senyawa yang berperan penting dalam proses pembuatan aluminium. "Potensi kelebihan suplai aluminium sangat sulit dihindari mengingat permintaan masih rendah akibat perang dagang yang belum usai," ungkap Andri.
Secara teknikal, pergerakan harga aluminium bergerak di moving average 50 (MA50), MA100, dan MA200. Ketiga indikator ini menunjukkan sinyal jual. Sedangkan indikator lain, yakni relative strength index (RSI), berada di level 49,9, memberi sinyal netral.
Indikator stochastic berada di level 76,7 dan mengindikasikan sinyal beli. Sebaliknya, tekanan jual terdapat pada indikator moving average convergence divergence (MACD) yang berada di level -0,015. Andri memperkirakan, harga aluminium berpeluang terkoreksi seiring momentum hari raya Imlek.
Senin (4/2) mendatang, Andri memprediksi harga aluminium akan bergerak di kisaran US$ 1.885–US$ 1.897 per metrik ton. Sedangkan untuk sepekan ke depan, harga aluminium diprediksi akan bergerak di rentang US$ 1.875–US$ 1.910 per metrik ton.
Editor: Herlina Kartika
Editor: Herlina Kartika
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hubungan dagang AS-China jadi penggerak harga aluminium"
Post a Comment