KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Amerika Serikat untuk memberlakukan sanksi terhadap Iran dan Venezuela diprediksi bakal membuat koreksi pada harga minyak. Direktur Utama PT Garuda Berjangaka, Ibrahim mengatakan sentimen yang menggerakkan harga minyak datang dari sanksi ekspor minyak Iran dan Venezuela ke Amerika Serikat (AS).
Ia menilai sanksi ini begitu kuat dampaknya karena Iran dan Venezuela adalah negara anggota OPEC yang sumbangsih nya cukup besar. Venezuela merupakan negara yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia sekitar 300 miliar barel.
Negara Amerika Latin itu di tahun ini telah memangkas produksi minyak mentah menjadi 1,4 juta barel per hari. Sementara produksi minyak Iran mencapai 2,5 juta barel-2,7 juta barel per hari.
Catatan saja, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman April 2019 di New York Mercantile Exchange pada Jumat (22/2) pukul 20.00 WIB berada di US$ 57,66 per barel. Angka ini naik 1,7% dari US$ 56,96 per barel dari sehari sebelumnya. Selama sepekan, harga minyak WTI naik 3% dari US$ 55,98 per barel.
Asal tahu saja, sanksi diberlakukan setelah Presiden Venezuela, Nicolas Maduro bersitegang dengan partai oposisi di sana. Pihak oposisi dalam hal ini didukung oleh AS, sebab langkah Maduro yang mencoba menaturaliasasi perusahaan minyak AS di Venezuela.
Sementara Presiden AS, Donald Trump telah memberlakukakn kembali sanki kepada Iran dengan tujuan memangkas penjualan minyak dan melemahkan ekonominya. Dampaknya akan membatasi program rudal balistik dan kegiatannya di Timur Tengah, terutama dalam konflik di Suriah dan Yaman.
“Upaya AS menaikkan produksi minyak mentah seharusnya bisa membuat harga minyak terkoreksi,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (22/2).
Kenaikan persediaan minyak Amerika Serikat (AS) di tengah rekor produksi. Energy Information Administration menyebutkan, persediaan minyak mentah naik dalam lima pekan berturut-turut ke level tertinggi lebih dari setahun terakhir.
Produksi minyak AS melejit menjadi 12 juta barel per hari. Sebab stok minyak mentah AS bertambah 3,7 juta barel hingga 15 Februari lalu menjadi 454,5 juta barel. Ini adalah level persediaan tertinggi sejak Oktober 2017.
Kata Ibrahim pekan depan sentimen perundingan dagang AS dan China serta Brexit masih membayangi harga minyak. “Semakin dekat dengan tenggat waktu, kemungkinan harga minyak bisa naik lagi,” kata Ibrahim.
Ibrahim meramal harga minyak dalam perdagangan Senin depan berada di kisaran harga US$ 56,00-US$ 58,10 per barel. Sedangkan dalam sepekan kemungkinan harga minyak dunia berada di level US$ 55,00-US$ 59,00 per barel.
Editor: Herlina Kartika
Editor: Herlina Kartika
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Analis: Upaya AS untuk naikkan harga bisa membuat minyak terkoreksi"
Post a Comment