:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1401343/original/008549100_1478754525-20161110-Kompetisi-Startup-Fintech-AY5.jpg)
Sebuah iklan saat event penyelenggaraan Finspire di Jakarta, Rabu (9/11). Finspire ini diselenggarakan dalam 2 aktivitas yaitu Finspire frontrunner dan Finspire summit yang diikuti oleh 32 startup di bidang fintech. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Sebelumnya, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, pihaknya telah menerima lebih dari 200 aduan konsumen terkait layanan Financial Technology alias Fintech hingga saat ini.
"Ada 200-an terakhir ini. Ya bulan lalu seratusan, ini dua ratusan lebih. Kalau di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) mereka mengatakan ada 700-an, (pengaduan)," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, saat ditemui di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Jumat 16 November 2018.
Tulus menuturkan, pengaduan tersebut berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Aduan yang disampaikan masyarakat sebagian besar terkait tingginya suku bunga fintech.
"Semuanya mengaku dua hal, konsumen mengaku diteror karena oleh pengelola fintech kedua bunganya terlalu tinggi. Ini yang menjadi sorotan saya adalah bunga yang terlalu tinggi," ujar dia.
Selain itu, aduan lain yang masuk adalah terkait cara-cara penagihan fintech tertentu yang tidak etis. Salah satu bentuknya berupa mengobral data-data pribadi konsumen.
"Ada itikad tidak baik juga dari pihak fintechnya, karena pengaduan yang saya terima mereka bisa menyadap data termasuk foto. Ada pengaduan konsumen dia punya foto pribadi, cewek berbaju minim, itu disebar ke mitranya sebagai bentuk tekanan psikologis ini agar dia mengembalikan (pinjaman)," urai Tulus.
Dia mengatakan, terjadi pelanggaran yang merugikan konsumen disebabkan masih rendahnya pemahaman konsumen tentang fintech. Hal inilah yang menyebabkan konsumen tidak memperhatikan syarat dan ketentuan ketika mengakses pinjaman dari fintech.
"Literasi konsumen terkait digital itu masih rendah sehingga ketidakpahaman literasi konsumen tidak memahami persoalan-persoalan teknis di dalam masalah itu. Ini harusnya masyarakat lebih cerdas karena berinteraksi dengan digital dan finansial," kata dia.
"Rata-rata hanya tahu di mengeklik next, next, dan terjebak pada aturan itu. Padahal dia harusnya membaca tata aturan berapa persen mengembalikan, berapa persen dendanya. Mestinya dia tahu," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rhenald Kasali: Marak Transaksi Nontunai, Mesin ATM Bakal Punah"
Post a Comment