Jumlah dana desa yang disalurkan pemerintah pusat ke desa-desa di Aceh selama 4 tahun (2015 - 2018) sudah mencapai Rp 14,8 triliun. Yang menjadi pertanyaan kita adalah “sudah cukup bermanfaatkah penggunaan dana itu bagi masyarakat provinsi berpenduduk 5,2 juta jiwa ini?” Dengan dana sebanyak itu harusnya sudah ada indikator-indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, hasil evaluasi yang dilakukan para mahasiswa, peneliti, dan lain-lain ternyata penggunaan dana desa belum setepatguna yang diinginkan.
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan, “Dengan dana desa yang besar tersebut seharusnya bisa menurunkan jumlah penduduk miskin di Aceh secara signifikan di bawah 15,50 persen serta memberikan kesejahteraan dan kemakmuran kepada pengrajin, usaha mikro dan kecil, petani, nelayan tradisional, dan lainnya.”
Kenyataannya, walau dana yang digelontorkan sudah begitu banyak, faktanya provinsi ini masih menduduki peringkat teratas dalam soal kemiskinan. Di Sumatera, Aceh bahkan menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak.
Salah satu sebabnya adalah penggunaan dana belum tepat sasaran dan bahkan banyak yang diselewengkan. Sejumlah kepala desa bahkan harus menjadi narapidana gara-gara menyelahgunakan dana desa. Ini terjadi di semua kabupaten/kota di Aceh.
Karena itulah ke depan, Pemerintah Aceh menggiatkan sosialisasi tentang kebijakan pemanfaatan dana desa terus dilakukan agar dana tersebut dipergunakan sesuai peruntukannya. Aapalagi, untuk tahun 2019 akan ada kebijakan baru tentang penggunaan dana gampong atau desa yang tahun ini meningkat lagi 11 persen lebih. Jika ada penyalahgunaan dana desa, maka akan diproses secara hukum. Oleh sebab itu, pendampingan kepada aparatur gampong dalam pemanfaatan dana desa ini perlu diperkuat, sehingga kehadiran program ini mampu meningkatkan pembangunan gampong.
Hasil pantauan yang dilakukan sejumlah kalangan antara lain menyebutkan, program/kegiatan banyak yang “dipaksakan” sehingga dijalankan berdasarkan keinginan bukan berdasarkan kebutuhan. Banyak juga program-perogram yang secara sadar mengesampingkan ketentuan.
Mekanisme pencairan dana juga banyak yang nggak karuan. Ada yang menarik dana secara gelondongan tanpa memberlakukan SPP. Lalu, banyak bendahara desa yang belum memahami penghitungan pajak atas pengadaan barang dan jasa di desa. Ditemukan juga kegiatan-kegiatan fiktif, markup, dan lain-lain.
Namun, kesimpulan penting dari banyak hasil monitoring adalah “Secara umum Aparatur Pemerintahan Desa belum memiliki kapasitas yang memadai dalam hal pengelolaan Pemerintahan, Pembangunan, Pemberdayaan Masyarakat.” Jadi, inilah “PR” berat bagi Pemerintah Provinsi Aceh agar dana segar yang mengalir begitu banyak ke desa tak lagi sia-sia. Nah?!
http://aceh.tribunnews.com/2018/11/08/dana-desa-sudah-rp-148-triliun-mana-hasilnyaBagikan Berita Ini
0 Response to "Dana Desa Sudah Rp 14,8 Triliun, Mana Hasilnya?"
Post a Comment