Rudiantara menilai fitur fitur di Path sangat monoton, sehingga konsumen digital dipastikan akan bosan dan meninggalkan aplikasi tersebut.
"Namanya bisnis ada kompetisi. Butuh komitmen mengembangkan platoform berdasarkan user requirement. Biar bagaimanapun semua yang namanya messaging system, medsos, selalu mengikuti dinamika masyarakat maunya apa," ujar Rudiantara di Kantor Kemkominfo, Jakarta Pusat, Senin (17/9).
Ia mengatakan salah satu strategi jalan cepat untuk menambah fitur terbaru adalah melakukan akuisisi jejaring media sosial seperti yang dilakukan Facebook."Jalan paling cepat seperti FB, akuisisi startup media sosial yang berkaitan. Path ini sepertinya fiturnya tidak berubah. Jadi ditinggalkan masyarakat," ucapnya.
Rudiantara juga mengingatkan Path memiliki kantor perwakilan di Indonesia pada awal 2015.
Pengguna Path memang memiliki 4 juta pengguna dan 80 persen di antaranya adalah pengguna aktif. Dengan jumlah ini, Indonesia menjadi nomor satu dengan jumlah terbesar.
"Path kan tadinya di luar negeri. Terus kemudian dipindahkan ke Indonesia karena pasar terbesarnya di Indonesia," imbuhnya.
Path secara resmi mengumumkan akan menutup layanan pada 18 Oktober 2018. Media sosial yang berumur sepuluh tahun ini dibentuk oleh jebolan eksekutif Facebook, Dave Morin. Pada November 2010, Dave Morin, co-founder Napster Shawn Fanning, dan Dustin Mierau melahirkan Path.Setelah sempat mengantongi 23 juta pengguna hingga pada Februari 2011 Path sempat menolak tawaran akuisisi dari Google sebesar US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun. (evn)
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180917191415-185-330904/rudiantara-path-tutup-karena-tak-ikuti-dinamika-penggunaBagikan Berita Ini
0 Response to "Rudiantara: Path Tutup karena Tak Ikuti Dinamika Pengguna"
Post a Comment