Sebelumnya, sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, setidaknya 25 persen penjualan batu bara perusahaan harus ditujukan untuk keperluan dalam negeri.
Kemudian, mengacu Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu bara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum, harga batu bara DMO sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal US$70 per ton untuk kalori 6.332 GAR atau mengikuti Harga Batu bara Acuan (HBA) jika HBA berada di bawah US$70 per ton.
"Kami melihat positif, pemerintah menyadari rupiah lagi tertekan karena defisit di neraca perdagangan kita. Salah satu jalannya ya menggenjot ekspor," ujar Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (27/7).
Hendra mengungkapkan momentum dihapuskannya dua ketentuan tersebut tepat mengingat tren harga batu bara sedang menanjak. Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata harga batu bara acuan (HBA) pada periode Januari-Juni 2018 telah mencapai US$96,50 per ton, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$82,21 per ton.
"Harga batu bara memang naik turun, tetapi indeks di luar negeri masih di atas US$100 per ton. Diperkirakan sampai 2019 masih di level US$90-an per ton. Jadi masih bagus," ujarnya.
Jika ketentuan DMO dicabut, lanjut Hendra, pemerintah perlu menyusun kebijakan yang tepat untuk menjamin pasokan dalam negeri.
Hendra mendukung rencana pemerintah untuk memungut dana dari ekspor batu bara seperti yang diterapkan pada ekspor kelapa sawit. Rencana serupa sebelumnya pernah diusulkan asosiasi kepada pemerintah.
Dalam hal ini, untuk setiap ton batu bara yang diekspor pelaku usaha harus membayar pungutan dengan nilai tertentu. Pungutan bisa diatur proporsional, bergantung pada besaran kalorinya.
"Dananya bisa untuk membantu keuangan PLN sehingga harga tidak diintervensi," ujarnya.
Selanjutnya, APBI akan menyusun kajian ilmiah terkait rencana pungutan tersebut.
"Dalam satu, dua minggu ini, kami mau menghadap pemerintah untuk menyampaikan kajian supaya bisa dijadikan masukan akademis," jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi batu bara pada kuartal I 2018 mencapai 69,33 juta ton atau 14,29 persen dari proyeksi sepanjang tahun yang mencapai 485 juta ton. Produksi tersebut menurun sekitar 7,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 74,73 juta ton.
Pada periode yang sama, ekspor batu bara merosot sekitar 10 persen dari 55,73 juta ton menjadi 50,78 juta ton.
Sementara, realisasi penyerapan batu bara untuk penenuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mencapai 20,4 juta ton atau sekitar 22 persen dari proyeksi kebutuhan tahun ini yang mencapai 92 juta ton. (agi)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180727192444-92-317575/pengusaha-semringah-harga-khusus-dmo-batu-bara-pln-dibatalkanBagikan Berita Ini
0 Response to "Pengusaha Semringah Harga Khusus DMO Batu Bara PLN Dibatalkan"
Post a Comment