Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyebut cara efektif yang paling ampuh untuk mengatasi penyimpangan BBM subsidi adalah dengan menggunakan IT atau digitalisasi nozzle. Hal ini sangat diperlukan guna menekan masalah over kuota BBM bersubsidi dan penyalurannya lebih tepat sasaran.
"Menteri ESDM, Dirut Pertamina, Dirut Telkom, sudah berkomitmen Juni 2020 IT Nozzle yang mencatat CCTV, mencatat nomor polisi itu sudah berjalan, jadi tunggu," ujar Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa, dalam keterangan tertulis, Rabu (12/2/2020).
Hal itu terungkap dalam rapat dengan pendapat BPH Migas dengan Komisi VII DPR. Melalui Surat Menteri ESDM No. 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, Menteri ESDM meminta Menteri BUMN agar mengintruksikan kepada Pertamina agar segera melaksanakan pencatatan penjualan JBT sesuai ketentuan Perpres Nomor 191 melalui pencatatan elektronik/ digitalisasi nozzle.
"Kalau IT nozzle ini berjalan, serta revisi konsumen pengguna juga berjalan, mudah-mudahan potensi jebolnya yang 2019 1,6 juta kilo liter, di tahun 2020 ini bisa dikurangi atau tidak sama sekali," lanjut Fanshurullah.
Menurut Fanshurullah, terdapat kelebihan kuota BBM Solar tahun 2019. Dari kuota yang ditetapkan APBN sebesar 14,5 juta kiloliter (KL), realisasi sebesar 16,2 juta KL. Dalam kata lain ada kelebihan kuota sebesar 1,6 juta KL.
Sementara itu Anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat Muhamad Nasir pun bercerita mengenai alasan overkuota di wilayah Riau. Menurutnya ada kelebihan kuota BBM sebesar 25%, namun ia mendapat laporan dari masyarakat justru BBM menjadi barang yang langka. Tentunya Nasir mempertanyakan kemana larinya BBM tersebut.
"Gimana cara (BPH Migas) menuntaskan kebocoran? Sekarang di Riau itu ada kelebihan kuota BBM sebesar 25%. Nah kemana itu? masyarakat bilang nggak ada, barangnya susah," ujar Nasir.
Menanggapi komentar tersebut Fanshurullah mengatakan, hal itu terjadi karena Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Selama Perpres itu belum direvisi, maka ada potensi BBM subsidi akan terus over kuota.
Penggunaan pencatatan elektronik dalam penyediaan dan pendistribusian BBM ini telah diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 06 Tahun 2013 tentang Penggunaan Teknologi Informasi dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak.
Penyiapan teknologi terpadu ini, juga tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPH Migas No. 38/P3JBT/BPH Migas/Kom/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk melaksanakan penyediaan dan Pendistribusian JBT Tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 kepada PT. Pertamina (Persero).
Digitalisasi nozzle memiliki target pemasangan di 5.518 SPBU di seluruh Indonesia. Hingga 10 Februari 2020, telah terpasang Automatic Tank Gauge (ATG) di 4.062 SPBU dan yang sudah terpasang Electronic Data Capture di 2.919 SPBU. Dari jumlah itu, sebanyak 1.138 SPBU sudah dapat mencatat nomor polisi secara manual menggunakan EDC. Pertamina dan Telkom telah berkomitmen untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU hingga akhir Juni 2020.
Berdasarkan laporan hasil evaluasi Pertamina, data transaksi Biosolar JBT pada periode 1-31 Januari 2020 terdapat 11.942 transaksi tidak wajar dengan volume pembelian di atas 200 liter per transaksi yang terjadi pada pukul 00.00 s.d 23.59 waktu setempat.
Lalu dari Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, kuota penyaluran sebanyak 15,87 juta kl terbagi atas minyak solar 15,31 juta kl dan minyak tanah sebesar 0,56 juta kl. Adapun kuota JBT mengalami kenaikan sebesar 5,03 % dari kuota BBM 2019 sebanyak 15,11 juta.
Simak Video "Jaringan Gas Tekan Impor LPG Hingga Rp 216 M dalam Setahun"
[Gambas:Video 20detik]
(ega/ega)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BPH Migas Nilai IT Nozzle Ampuh Cegah Penyimpangan BBM Subsidi - detikFinance"
Post a Comment