Hari mencontohkan, perawatan Kereta Api Uap Jaladara sekali jalan bisa menyentuh angka Rp 5 sampai Rp 10 juta. Padahal biaya sewa per trip hanya Rp 3,5 juta. “Kalau tidak ada subsidi tentu kami tidak akan kuat. Memang hitungannya rugi, tapi multiefek dari wisatanya ini yang kami kejar,” kata Hari.
Ditambahkan Hari, untuk menyewa Jaladara, sedikitnya dishub menggelontorkan Rp 280 juta per tahun. Hal ini dihitung dari biaya per trip dikali 80 trip yang ditargetkan PT KAI kepada Pemkot Surakarta. “Padahal setahun itu biaya maintenance bisa sampai Rp 980 juta. Belum kalau ada kerusakan serius, bisa lebih,” kata Hari.
Soal teknis perawatan, Hari mengatakan hal tersebut diserahkan langsung pada PT KAI. Sebab, pihaknya hanya mengelola destinasi wisata. Di mana kereta ini berhenti di beberapa titik yang menjadi ikon Kota Solo. Mulai dari Stasiun Purwosari sampai Stasiun Kota Sangkrah.
Dengan tambahan lokomotif D1410, otomatis biaya yang nanti disetorkan ke KAI sebagai sewa juga bertambah. Namun, karena loko buatan Jerman ini baru datang pekan ini, Hari belum mengetahui berapa biaya sewa dari kereta ini dalam setahun.
“Yang pasti ini menjadi tambahan destinasi wisata kita. Tapi soal biaya per trip berapa masih akan dibahas. Apakah nanti seperti Jaladara, dalam arti sewa per trip, atau kami buat retail. Kalau retail ya keuntungannya masyarakat umum bisa menikmati, tapi nanti kami hitung dulu. Kalau retail apakah biaya operasionalnya cukup atau tidak,” katanya.
Selain akan bergantian dengan Jaladara, lokomotif D1410 juga dipersiapkan untuk perpanjangan rute hingga Wonogiri dan nanti akan dipasangkan dengan gerbong meeting. “Kami koordinasi dengan KAI untuk operasionalnya. Ada program bisa lebih jauh, kalau bisa sampai Sukoharjo atau Wonogiri. Ada gerbong untuk meeting juga yang akan diserahkan ke pemkot pertengahan bulan nanti,” ujarnya.
Atas dasar itu, lanjut Hari, dia akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Surakarta. Apakah nanti ada paket wisata baru atau tidak. “Nanti kita minta tolong kepada Dispar Solo agar koordinasi dengan wilayah Sukoharjo dan Wonogiri. Jadi di dua daerah itu juga ada pemberhentian wisata juga, jadi tidak sekadar lewat saja,” imbuh Hari.
Apakah sudah ada nama untuk loko ini? Hari mengatakan untuk nama diserahkan sepenuhnya kepada Wali Kota Surakarta F.X Hadi Rudyatmo. “Nanti terserah Pak Wali mau dikasih nama apa. Rencana kalau jadi Minggu (16/2) kami launching. Tapi nanti ya dibicarakan dulu,” urainya. (atn/bun)
(rs/atn/per/JPR)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Biaya Perawatan Mahal, Tertolong Subsidi - Jawa Pos"
Post a Comment