Liputan6.com, Jakarta Beberapa wilayah di Indonesia terlanda banjir pada awal tahun. Curah hujan ini dikategorikan sebagai yang paling ekstrem. Ketua Ikatan Ahli Perencanaan DKI Jakarta, Dani Muttaqin berpandangan bahwa ancaman curah hujan yang ekstrim perlu dihadapi dengan penanganan yang ekstrim dan radikal pula.
Menurut dia, dengan semakin tingginya ancaman bencana lewat curah hujan yang semakin ekstrim dan kerentanan wilayah Jakarta yang berada dibawah permukaan laut, maka kapasitas penanggulangan harus semakin besar.
“Perlu ada peningkatan kapasitas penanganan bencana yang ekstrim dan radikal untuk menanggulangi banjir di Jakarta,” ujar Dani dalam keterangan tertulisnya, Selassa (7/1/2020).
Adapun yang dimaksud dengan kapasitas penanganan bencana ialah mencakup penanganan struktur, nonstruktur, regulasi dan tata kelola.
Dari kajian IAP DKI, langkah ekstrim yang diperlukan untuk meningkatan kapasitas penanggulangan banjir antara lain:
Di bagian hulu, pembangunan waduk Ciawi dan waduk Sukamahi dengan kapasitas 6,45 juta m3 dan 1,65 juta m3. Total kapasitas kedua waduk tersebut baru bisa menampung sekitar 30 persen aliran air yang mengarah ke Jakarta sehingga masih dibutuhkan adanya tambahan pembuatansumur resapan. Untuk meresapkan sisa air dari hulu dibutuhkan sekitar 192.513 buah sumur resapan.
Pembangunan sumur resapan sebanyak itu diperkirakan memerlukan luas permukaan sebesar 76 Ha yang dapat menggunakan lahan-lahan kosong, sempadan ataupun halaman bangunan fasos fasum di bagian hulu Jakarta.
Di bagian tengah dan hilir, pembangunan Sodetan Sungai Ciliwung dari Sungai Ciliwung keKanal Banjir Timur (KBT) mutlak harus segera dilakukan, agar aliran air di Sungai Ciliwungdapat terpecah mengalir ke KBT.
Sehingga aliran sungai dari Ciliwung bisa bergerak ke barat dan timur, tidak menumpuk dan terhenti di bagian tengah.
Langkah Lain
Di bagian tengah juga, sistem dan kapasitas drainase yang ada di Jakarta sudah tidak memadailagi, karena itu harus ada water management system yang handal dan optimal.
Semua drainase baik saluran drainase mikro lingkungan maupun drainase makro harus dibenahi sehingga terkoneksi dan dapat berfungsi dengan baik.
Dani mengingatkan pentingnya watermanagement system untuk mengalirkan air di system internal kota yang dianggap sudah diabaikan selama beberapa tahun terakhir.
Terakhir, peningkatan kapasitas non-struktur dan regulasi dapat dilakukan dengan penataankawasan hulu dengan segera menetapkan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabek yang sedang direvisi, pengendalian pembangunan di kawasan hulu, maupun insentif kompensasi pembangunan di kawasan hulu.
“Pembangunan di Puncak maupun kawasan hulu lainnya berdampak pada penerimaan daerah, perlu dipikirkan langkah insentif dan kompensasi yang jelas untuk moratorium pembangunan di hulu,” ujar Dani.
Lebih lanjut, di tengah dan hilir, Dani juga menyarankan untuk melakukan konsolidasi lahan maupun penertiban bangunan di sekitar aliran sungai, penambahan Ruang Terbuka Hijau dan taman yang berfungsi sebagai sebagai rainwater collecting/ waterpark, seperti yang telahdilakukan misalnya di kota Rotterdam Belanda.
Kapasitas tata kelola perkotaan pun harus ditingkatkan kerjasama lintas administrasi di Jabodetabek dan pemerintah pusat.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kajian Ahli Perencanaan Soal Langkah Atasi Banjir"
Post a Comment