Liputan6.com, Jakarta - Penutupan sementara atau shutdown pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan kritik Presiden Donald Trump kepada Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (The Fed) dinilai akan memberikan angin segar bagi Indonesia.
Lantaran dengan demikian The Fed tidak akan terburu-buru dalam menaikkan suku bunganya sepanjang 2019.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, apa yang terjadi pada ekonomi Indonesia pada 2018 lalu sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi global. Salah satunya akibat kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh The Fed.
"Apa yang kita lihat di 2018 itu berpengaruh ke 2019. Karena kejadian goncangan itu, ada belokan. Fed mengatakan sekarang dengan kenaikan suku bunga cepat, dia dikritik oleh Trump dan shutdown, kemungkinan mereka akan melemah," ujar dia di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Namun pada 2019, lanjut Sri Mulyani, dengan apa yang terjadi pada AS saat ini, diperkirakan The Fed lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunganya. Hal ini dinilai akan membawa dampak positif bagi Indonesia.
"Sehingga The Fed kemungkinan tidak akan menaikkan suku bunga secepat dulu. Mereka akan lebih sabar menunggu. Itu bagus untuk kita, kita tidak akan menghadapi tekanan sebesar 2018," kata dia.
Menurut Sri Mulyani, jika The Fed tidak menaikan suku bunga sebanyak empat kali pada 2018, arus modal yang ada di Indonesia akan lebih stabil. Ekonomi Indonesia dan rupiah pun bakal lebih terjaga.
"Capital flow mulai agak normal di akhir 2018. Kita berharap akan terjaga di 2019," ujar dia.
Sri Mulyani: Ekonomi RI Jauh Lebih Baik Dibanding Haiti
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ekonomi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan Haiti. Hal tersebut menanggapi pernyataan dari Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto pernah menyamakan ekonomi Indonesia dengan negara yang disebutnya berada kawasan Afrika tersebut.
Sri Mulyani mengatakan, dirinya pernah meninjau langsung Haiti saat menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia. Karena pernah datang ke negara tersebut, dirinya bisa memberikan kesimpulan jika ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik.
"Saya sudah pernah ke sana dua kali waktu masih di Bank Dunia. Negara di Kepulauan Karibia, cuma 1 pulau, berbatasan dengan Republik Dominika. Dia disebut fragile state. Itu adoh (jauh) banget, baik jarak maupun perbandingannya," ujar dia di Jakarta, Selasa 22 Januari 2019.
Sementara jika dibandingkan dengan Singapura, Sri Mulyani mengakui memang pendapatan per kapita Indonesia jauh tertinggal. Namun demikian, dari sisi tantangan terhadap ekonomi, apa yang dihadapi Indonesia jauh lebih sulit.
"Singapura itu pendapatan per kapitanya USD 70 ribu, salah satu tertinggi di dunia. Kalau kita ngomong pendapatan per kapita, kita kalah jauh. Tapi tantangan kita jauh lebih besar," kata dia.
Sri Mulyani juga mencontohkan dalam hal tantangan di sektor infrastruktur. Dengan luas wilayah yang kecil, membangun infrastruktur di Negeri Singa juga jauh lebih mudah ketimbang di Indonesia.
"Kalau bangunan jalan tol, kita sudah bangun ribuan jalan tol. Kalau Singapura ke atas bawah sudah semua. Kalau kita baru di Jawa saja," tandas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Shutdown AS Bawa Angin Segar bagi Indonesia"
Post a Comment