KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di pekan pertama di bulan Oktober, nilai tukar rupiah terus-menerus terkoreksi hingga melewati angka psikologis Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Dihujani berbagai sentimen eksternal, rupiah semakin tertekan hingga penutupannya di pasar spot Jumat (5/10) pada level Rp 15.184 per dollar AS atau terkoreksi tipis 0,03%.
Dalam sepekan, rupiah sudah terkoreksi 1,88%. Sementara itu, rupiah di kurs tengah versi Bank Indonesia (BI), tercatat melemah 0,32% menjadi Rp 15.182 per dollar AS. Tidak berbeda jauh dengan pasar spot, dalam sepekan rupiah juga terkoreksi 1,70%.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) David Sumual mengatakan, jatuhnya rupiah pada minggu ini disebabkan oleh berita-berita negatif eksternal yang tidak dapat dibendung. “Munculnya berbagai spekulasi setelah The Fed kembali mengumumkan akan menaikkan suku bunganya kembali di tahun ini,” ujarnya.
Bank sentral AS Federal Reserve mengumumkan akan menaikkan sekali lagi suku bunga di akhir penghujung 2018, dua kali di 2019 dan sekali di 2020.
Kenaikan suku bunga akan memicu indeks dollar yang semakin menguat. “Anehnya juga minyak ikut naik di luar ekspektasi. Ini sangat berbahaya sekali,” lanjutnya. Jumat (5/10) pukul 18.18 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$ 74,44 per barel.
Menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, isu politik Italia yang kembali memanas di awal pekan juga berpengaruh pada kenaikkan indeks dollar AS. Sebagian parlemen berkeinginan mata uang Italia dijadikan sebagai mata uang mandiri, sehingga mengindikasikan Italia akan keluar dari zona Eropa.
Namun, hal yang paling berbahaya adalah data-data AS di minggu ini yang positif. “Salah satunya data tenaga kerja mengalami kenaikkan yang signifikan,” ujarnya.
Perang dagang antara AS dan China juga membuat data perekonomian AS melebihi ekspektasi berkat adanya potongan pajak sebesar 20% terhadap produk impor China.
Dari segi internal, kebijakan BI yang kembali menaikkan suku bunga dinilai belum memberikan efek positif bagus terhadap rupiah. Intervensi pemerintah lainnya seperti mengesahkan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) juga dinilai belum menguatkan rupiah.
Bagi Ibrahim, satu-satunya jalan guna untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia adalah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun ia tidak memungkiri bahwa cara ini akan mustahil dilakukan di masa tahun politik seperti sekarang.
"Tidak mungkin dilakukan sekarang, maka tidak heran bila rupiah tetap berkutat di sekitar Rp 15.000. Kalau BBM dinaikkan maka subsidi untuk impor bahan bakar akan lebih sedikit dibanding saat ini yang cukup menekan rupiah,” jelasnya.
Di awal pekan depan akan ada data yang dirilis mengenai perekonomian China tentang manufaktur, industrial products yang diekspektasikan positif.
Tetapi Ibrahim tetap memperkirakan rupiah secara teknis masih mengalami pelemahan dalam rentang Rp 15.160-Rp 15.190 per dollar AS. Sedangkan David memproyeksikan rupiah dalam rentang Rp 15.100-Rp 15.200 per dollar AS.
Editor: Narita
Editor: Narita
KURS RUPIAH
http://investasi.kontan.co.id/news/sudah-terkoreksi-hingga-188-di-pekan-ini-rupiah-masih-berpotensi-tertekanBagikan Berita Ini
0 Response to "Sudah terkoreksi hingga 1,88% di pekan ini, rupiah masih berpotensi tertekan"
Post a Comment