Rencana ini dicanangkan pemerintah untuk mengatasi masalah pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran. Pasalnya, masyarakat miskin hanya akan menerima subsidi tersebut sekitar Rp 100 ribu per tabung pada setiap bulannya. Dengan perubahan tersebut nantinya subsidi yang selama ini disalurkan dalam bentuk harga gas murah akan diubah menjadi langsung diberikan ke masyarakat miskin.
Pembiayaan subsidi yang terbatas tersebut, diperkirakan ada kenaikan harga pasaran sekitar Rp35 ribu per tabung dari sebelumnya Rp 21 ribu per tabung. Diperkirakan, kebijakan ini akan menghemat 10 persen-15 persen dari APBN 2020 atau sekitar Rp 5,1 triliun-Rp 7,6 triliun.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sidoarjo Ahmad Roid berpendapat, kebijakan tersebut jelas akan mengurangi keuntungan dan memberatkan pengusaha mikro makanan dan minuman (mamin). Mereka tidak termasuk orang miskin yang masih dapat subsidi tertutup, karena pendapatannya di atas garis kemiskinan. “Di luar itu, saya kurang paham maunya pemerintah ini apa? Subsidi untuk kalangan bawah dicabut, tapi tarip PPh untuk kalangan atas malah diturunkan, bahkan pajak atas deviden ditiadakan. Itu masih mengganjal,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sidoarjo, Tjarda mengatakan, jika gas kemasan 3 kilogram dikomersilkan kurang tepat. “Kurang bagus untuk masyarakat. Kenapa? Karena gas tersebut untuk rumah tangga dengan pendapatan rendah tapi kenyataannya, justru dikomersilkan lagi oleh pedagang. Meskipun pedagang tersebut kelasnya mikro, tapi kan dikomersilkan,” ujarnya.
Tjarda mengaku masih mempelajari kebijakan baru ini. Disperindag belum melakukan koordinasi dengan pihak terkait. “Menunggu kepastian pusat,” pungkasnya. (rpp/vga)
(sb/rpp/Nug/JPR)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kebijakan Subsidi Gas Kemasan 3 Kilogram Harus Tepat Sasaran - Jawa Pos"
Post a Comment