Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Faisal Basri menyoroti kebijakan cukai plastik yang diterapkan pemerintah. Dia menilai kebijakan tersebut berdampak pada naiknya biaya yang harus ditanggung industri.
Sebagai gambaran, dia membandingkan ongkos angkut botol kaca dengan botol plastik. Jika ditelisik maka ongkos angkut botol kaca jauh lebih mahal dibandingkan botol plastik.
"Cukai plastik, lantas plastik itu diganti sama botol kaca. Botol kaca itu, ongkos angkutnya 20 kali lebih mahal dari plastik. Ke konsumen, dibawa lagi ke recycling-nya pakai truk lagi kan berat itu. Kemudian dicuci dulu pakai soda ongkos lagi," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Ujung-ujungnya yang turut terkena dampak dari kebijakan tersebut adalah masyarakat. Sebab, jika ongkos angkut menjadi mahal, maka akan berdampak pada kenaikan harga produk.
"Ndak mikir, tapi zero plastik. Kacau semua. Jadi harga minuman jadi lebih mahal," tegas dia.
Menurut dia, sesungguhnya yang menjadi masalah di Indonesia adalah pengelolaan plastik. Jika plastik dapat dikelola dengan baik, maka tidak akan timbul masalah yang berkaitan dengan penggunaan plastik di Indonesia.
"Kan masalahnya adalah pemerintah gagal untuk menciptakan sistem pengumpulan limbah yang efektif, gitu kan. Ya dorong proses recyclingnya," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Kemenkeu Bantah Cukai Plastik Bisa Matikan Industri
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pungutan cukai plastiknantinya akan digunakan untuk penanggulangan sampah plastik. Untuk diketahui, pemerintah kini tengah mengajukan kajian mengenai pengenaan cukai plastik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30 ribu per kg.
Kepala bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Nasrudin Joko Surjono mengatakan pungutan cukai kantong plastik sebagai barang kena cukai baru memang ditujukan untuk mengendalikan peredaran kantong plastik, bukan untuk mematikan industri.
"Uang itu nantinya juga di recycle lagi ke masyarakat, dana-dana itu untuk pengelolaan sampah. Jadi dari situ, dia jadi cost efektif, bisa kendalikan sekaligus dapat dikembalikan ke masyarakat untuk mengelola tadi, green policy," ujar Nasrudin di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Jumat 12 Juli 2019.
Pungutan cukai plastik ditargetkan bisa menjadi penerimaan baru bagi negara. Sektor tersebut akan menyumbang pendapatan sebesar Rp 500 miliar dalam setahun. Namun penghimpunan pendapatan tersebut, bukan menjadi tujuan utama pengenaan cukai plastik.
"Bukan mencari revenue, tapi memang sebagai instrumen pengendalian. 60 persen sampah plastik di Indonesia adalah shopping bag. Dia tidak berpotensi menaikkan penerimaan, tapi lebih fokus ke pengendalian plastik. Penerimaan does not matter much," jelas Nasrudin.
Hingga kini, rencana pengalokasian dana hasil cukai plastik itu terhadap pengelolaan limbah plastik nantinya masih akan di bahas lebih lanjut, terutama terkait besaran maupun bentuk mekanisme pengalokasiannya. "Mekanismenya masih di ajukan ke anggaran untuk penggunaan itu. Jadi mekanisme itu yang diharapkan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kebijakan Cukai Plastik Beratkan Pelaku Usaha"
Post a Comment