Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pertumbuhan industri jasa keuangan berbasis Financial Technology atau teknologi keuangan (Fintech) masih belum sepadan dengan risiko yang dihadapi. Salah satunya terkait masih tingginya rasio kredit macet.
Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Yohanes Santoso Wibowo mengapresiasi penyaluran pinjaman atau outstanding perusahaan fintech nasional meningkat pesat pada Februari 2019.
"Fintech tumbuh sangat pesat. Data akhir Februari, total pinjaman outstanding sekitar Rp 7 triliun. Tumbuhnya sekitar 600 persen. Memang tinggi sekali," ungkap dia di Menara Radius Prawiro Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, pada Kamis 28 Maret 2019.
Adapun menurut catatan OJK, penyaluran outstanding fintech pada Februari 2019 mencapai Rp 7,05 triliun atau tumbuh 605 persen secara tahunan atau Year on Year (YoY).
Kendati begitu, ia coba mengingatkan perusahaan fintech sebab masih ada 3,17 persen untuk rasio kredit tidak lancar atau Non Performing Lian (NPL) untuk rentang waktu 30-90 hari, dan 3,18 persen untuk kredit macet di atas 90 hari.
"Tapi harus waspada, non perform yang macet juga sudah pada angka 3,18 persen, dan yang kurang lancar 3,17 persen," paparnya.
"Jadi kalau kita paralalelkan jumlah keduanya mencapai 6,35 persen. Risikonya kalau kita lihat lebih tinggi dibanding dengan perbankan," dia menambahkan.
Dia berharap, para pelaku industri fintech bisa mencapai angka NPL normal dengan metode pendekatan teknologi yang digunakan di masa mendatang.
"Kalau teknologi sudah bagus mestinya bisa lebih cepat. Kembali lagi mereka yang akan bentuk dari asosiasi Fintech," pungkas dia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "OJK Minta Fintech Patuhi Kode Etik Penagihan"
Post a Comment