TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Alokasi anggaran subsidi energi tahun 2019 turun dibandingkan dengan alokasi subsidi energi tahun ini. Namun pemerintah bisa menambah anggaran subsidi energi tahun depan jika memang dibutuhkan.
Tahun depan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 menyediakan anggaran subsidi energi sebesar Rp 159,9 triliun. Nilai itu turun Rp 3,6 triliun dari tahun ini yang senilai Rp 163,5 triliun. Ini adalah total alokasi subsidi energi.
Sebagai gambaran, sampai September 2018, realisasi penggunaan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG) di APBN 2018 mencapai Rp 54,3 triliun. Nilai itu setara 115,9% dari alokasi.
Kendati sudah melewati batas, pemerintah masih bisa menambah alokasinya. Sebab, pasal 16 Undang-undang (UU) Nomor 15/2017 tentang APBN 2018 menyatakan, anggaran subsidi dapat menyesuaikan dengan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan parameter, realisasi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP), nilai tukar rupiah, serta kekurangan subsidi tahun sebelumnya.
Baca: Sulut Habiskan Subsidi BBM Rp 370 M, Pertamina: Lapor jika SPBU Kosong
Kini, nyaris semua asumsi itu berubah. Rupiah misalnya, berubah dari Rp 13.400 per dollar AS menjadi Rp 15.000 per dollar AS. Akibat perubahan asumsi yang signifikasi, pemerintah berhak menambah alokasi subsidi energi.
Nah, pasal penyelamat anggaran subsidi energi tersebut juga tertuang di RUU RAPBN 2019. "Meski anggaran subsidi dikurangi, penyaluran BBM subsidi dan LPG 3 kg tahun depan tidak masalah. Masih sama seperti tahun ini," ujar sumber KONTAN di Kementerian Keuangan (Kemkeu) yang enggan disebut namanya.
Sesuai Nota Keuangan RAPBN 2019, subsidi Solar mencapai Rp 2.000 per liter dengan volume sebanyak 15,11 juta kiloliter (Kl).
Sedangkan volume penyaluran subsidi LPG tabung 3 kg sebesar 6.978 juta kg.
Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani menegaskan, pengurangan anggaran tersebut sebagai bentuk pengendalian subsidi. Subsidi BBM dikurangi Rp 3,1 triliun, sedangkan LPG Rp 1 triliun.
Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, menilai, anggaran subsidi energi tahun 2019 tidak cukup. "Saat ini harga LPG 3 kg dan Tarif Dasar Listrik (TDL) masih ditahan, sedangkan biaya produksinya bertambah. Jika dikurangi lagi, PLN dan Pertamina yang harus menanggung," ujar Mamit, Minggu (21/10).
Apalagi, tahun depan harga minyak WTI diperkirakan masih di level US$ 66-US$ 68 per barel, sedangkan jenis Brent di level US$ 75 per barel. Tahun ini, dengan harga minyak yang fluktuatif sejak awal tahun, rata-rata harga ICP hingga September tercatat sebesar US$ 68,24 per barel atau melewati asumsi APBN 2018 yang sebesar US$ 50 per barel. Tahun depan, ICP diproyeksikan sebesar US$ 70 per barel.
Aliran Kredit Sektor Produktif Didorong
Salah satu motor penggerak ekonomi adalah korporasi besar. Maka, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong bank agar lebih banyak menyalurkan kredit ke sektor produktif. OJK juga melihat ada bank yang belum memenuhi aturan. "Masih belum memenuhi rasio kredit produktif," kata Boedi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK, Minggu (21/10), tanpa mendetailkan lebih lanjut
http://manado.tribunnews.com/2018/10/23/rapbn-2019-sediakan-subsidi-energi-rp-1599-triliunBagikan Berita Ini
0 Response to "RAPBN 2019 Sediakan Subsidi Energi Rp 159,9 Triliun"
Post a Comment