Search

Tambahan subsidi listrik kejar pemerataan elektrifikasi

Petugas PT PLN (Persero) cabang Kendari melakukan pemeliharaan jaringan listrik di perbatasan Kendari dan Kabupaten Konawe, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (28/8/2018). Pemerintah menganggarkan subsidi energi sebesar Rp156,5 triliun pada RAPBN tahun 2019 di mana sebesar Rp56,5 triliun akan dialokasikan untuk subsidi listrik bagi pelanggan tepat sasaran 450 VA dan 900 VA.

Petugas PT PLN (Persero) cabang Kendari melakukan pemeliharaan jaringan listrik di perbatasan Kendari dan Kabupaten Konawe, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (28/8/2018). Pemerintah menganggarkan subsidi energi sebesar Rp156,5 triliun pada RAPBN tahun 2019 di mana sebesar Rp56,5 triliun akan dialokasikan untuk subsidi listrik bagi pelanggan tepat sasaran 450 VA dan 900 VA. | Jojon /Antara Foto

Jika para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui, tahun depan anggaran untuk menyediakan sambungan listrik bagi masyarakat tak mampu bakal bertambah.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengusulkan adanya tambahan Rp1,21 triliun lagi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun mendatang yang dialokasikan khusus untuk pemasangan listrik gratis warga tak mampu.

Semula, Kementerian ESDM sudah mengajukan anggaran subsidi listrik sebesar Rp56,5 triliun. Namun, anggaran itu disusun berdasarkan subsidi untuk tarif saja.

Pihaknya menghitung, dari tambahan subsidi untuk pemasangan, bakal ada 2,4 juta rumah tangga baru yang mendapatkan akses listrik. Biaya pemasangan untuk tiap rumah tangga dengan daya 450 VoltAmpere (VA) itu diprediksi sekitar Rp500.000.

"Seperti diketahui, mungkin di wilayah Jawa, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat masih ada calon pelanggan listrik yang tidak mampu sambung listrik," kata Jonan dalam CNBC Indonesia, Kamis (6/9/2018).

Dengan tambahan tersebut, maka total subsidi listrik yang diusulkan dalam RAPBN 2019 menjadi Rp57,67 triliun atau naik 21 persen dari anggaran tahun ini yang sebesar Rp47,66 triliun.

Basis penghitungan subsidi listrik tahun depan mengacu pada asumsi harga minyak Indonesia (ICP/Indonesian Crude Price) sebesar $70 per barel dan kurs Rp14.400 per Dolar AS.

Usulan penambahan subsidi ini disambut positif PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. Direktur Keuangan PLN Sarwono Sardoto menjanjikan, PLN bakal menjalankan tugas penyambungan listrik rumah tangga tidak mampu itu dengan baik. Selain itu, PLN juga bakal mengefisiensikan program pemerintah itu agar rasio elektrifikasi lebih meluas.

"Doakan PLN bisa lebih efisien dan lebih bagus," kata Sarwono, dinukil dari Liputan6.com, Jumat (7/9/2018).

Harapannya, lonjakan subsidi listrik ini mampu meningkatkan rasio elektrifikasi yang saat ini sudah mencapai 97,13 persen menjadi 99,9 persen pada akhir tahun depan.

Bila dibandingkan dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM), angka yang diajukan untuk listrik memang jauh lebih kecil. Namun, realisasi subsidi listrik sampai akhir Juni 2018 sudah melonjak sekitar Rp7 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Berkaca dari pengajuan anggaran untuk subsidi listrik pada tahun lalu, Jonan juga meminta tambahan anggaran Rp7 triliun dengan dalih penundaan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran untuk pelanggan 450 VA.

Dari total 23 juta pelanggan 450 VA dalam data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), terdapat 3,7 juta pelanggan yang ternyata mampu namun mendapat subsidi.

Sebaliknya, ternyata terdapat 2,4 juta pelanggan 900 VA yang seharusnya mendapatkan subsidi namun tidak masuk dalam data TNP2K. "Maka, butuh tambahan Rp1,7 triliun untuk subsidi 2,4 juta pelanggan itu," kata Jonan, Oktober 2017.

Barter subsidi dengan penundaan proyek 35 GW

Bersamaan dengan usulan kenaikan subsidi listrik, PLN juga memutuskan untuk menunda beberapa proyek pembangkit listrik yang masuk dalam megaproyek 35.000 MegaWatt (MW).

Penundaan dilakukan demi mengurangi impor komponen proyek yang membebani neraca transaksi berjalan sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar terus melemah seperti yang telah terjadi saat ini.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman memprediksi beberapa proyek yang ditunda seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)--tanpa memerinci lokasi proyek termaksud.

"Saya harus berhitung permintaan, karena kebutuhan terbesar ada di Sulawesi," ucap Syofvi dalam Katadata.

Kendati begitu, banyak analis menduga salah satu persoalan yang memberi kontribusi cukup signifikan terhadap pelemahan rupiah adalah besarnya ruang subsidi, baik untuk BBM maupun listrik.

Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang bahkan menyarankan pemerintah untuk mencabut subsidi energi dan membiarkan harga untuk komoditas tersebut naik. Sebab, langkah ini diyakininya mampu menstabilkan rupiah maupun gerak IHSG yang saat ini terdepresiasi.

"Kita tak perlu jauh-jauh melihat sentimen eksternal. Mencabut subsidi energi bisa perbaiki perekonomian Indonesia yang selama ini defisit akibat masih banyak aktivitas impor," kata Edwin dalam Kontan.co.id.

Dalam beberapa hari terakhir, gerak Rupiah memang cukup mengkhawatirkan. Setelah sempat melejit ke posisi 14.938 pada Kamis (5/9/2018), perdagangan Rupiah pada pekan ini ditutup dengan menguat 78 poin ke level 14.860.

Mengacu pada realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) per 31 Juli 2018, belanja subsidi yang masuk dalam kategori belanja non-kementerian/lembaga tercatat sebesar Rp91,26 triliun, sekitar 60 persen dari alokasi yang ditetapkan senilai Rp156,23 triliun pada APBN 2018.

Realisasi itu meningkat lantaran belanja pegawai tinggi, seperti pembayaran THR dan pensiunan, outstanding utang, kenaikan tingkat bunga obligasi negara, dan melemahnya nilai tukar rupiah, serta pembayaran subsidi sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia.

Untuk diketahui, harga ICP yang mencapai $70,68 per barel melampaui asumsi dasar ekonomi makro tahun 2018 yang ditetapkan senilai $48 per barel.

Namun, kenaikan ICP ini seperti pedang bermata dua bagi Indonesia. Sebab, kenaikan ICP juga menyumbang dampak positif terhadap penerimaan negara di sektor minyak bumi dan gas (migas). Oleh karenanya, pemerintah merasa berhak untuk menyalurkan subsidi energi.

Di sisi lain, deflasi yang berhasil tercetak pada Agustus 2018 membuat pemerintah merasa perlu mengendalikan harga pangan melalui subsidi. Deflasi, sebut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, merupakan cerminan indikator dari daya beli masyarakat yang terjaga.

Let's block ads! (Why?)

https://beritagar.id/artikel/berita/tambahan-subsidi-listrik-kejar-pemerataan-elektrifikasi

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tambahan subsidi listrik kejar pemerataan elektrifikasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.