Pemerintah mendorong pemanfaatan investasi sukuk yang dapat menjadi modal pengembangan infrastruktur pesantren secara mandiri melalui pengelolaan aset wakaf melalui instrumen keuangan syariah.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan, kunci penting sebuah pesantren adalah kesuksesan mengelola wakaf sehingga menjadi modal. Tidak saja untuk mengembangkan amal usaha dan pendidikan, tetapi juga memberikan manfaat bagi pengembangan kesejahteraan insan pesantren.
"Dalam catatan saya, sejumlah pesantren sanggup mengelola wakaf produktif hingga mencapai omzet miliaran rupiah. Jika pengelola pesantren memanfaatkan investasi berbasis syariah yaitu sukuk maka pesantren dapat melakukan pembangunan infrastruktur lebih cepat," tutur dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pada 2015, jumlah tanah wakaf atau tanah yang disumbangkan untuk tujuan sosial di Indonesia mencapai 5 miliar meter persegi yang tersebar di 400.000 titik di seluruh Indonesia dengan nilai setara Rp 2.050 triliun.
Dengan nilai tersebut, melalui instrumen sukuk atau surat utang syariah, pengelola pesantren dapat melakukan perjanjian atau akad dengan BUMN diawasi oleh pengelola tanah wakaf atau nazir untuk melakukan pembangunan unit yang lebih bernilai bisnis seperti rumah sakit.
Setelah akad disepakati dan dana didapatkan melalui sukuk, pembangunan rumah sakit di atas tanah wakaf bisa dilakukan. Keuntungan operasional rumah sakit yang akan digunakan untuk membayar sukuk dengan skema bagi hasil antar kedua belah pihak.
"Jika potensi tanah wakaf dan sistem investasi sukuk dapat dilakukan maka pembangunan infrastruktur unit bisnis pesantren akan lebih cepat. Masyarakat sendiri telah menikmati hasil dari sistem investasi sukuk yang diterapkan pemerintah sejak 2013 dalam pembangunan infrastruktur,” kata dia.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3577884/surat-utang-negara-hanya-laku-rp-11-triliun-ini-kata-sri-mulyaniBagikan Berita Ini
0 Response to "Surat Utang Negara Hanya Laku Rp 11 Triliun, Ini Kata Sri Mulyani"
Post a Comment